Breaking News

Siklus Reproduksi BAB 1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar belakang
Siklus reproduksi adalah perubahan siklik yang terjadi pada system reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperhatikan korelasi antara satu dengan lainnya. Siklus reproduksi dipengaruhi oleh faktor pelepas dar hipotalamus, hormon gonadotropin dari hipifisis dan hormon seks dari ovarium (Muchtaromah, 2009).
Siklus reproduksi merupakan rangkaian semua kejadian biologik yang berlangsung secara sambung menyambung hingga terlahir generasi baru dari suatu makhluk hidup. Jika siklus reproduksi dari suatu makhluk hidup terputus maka kehadiran makhluk tersebut di dunia menjadi terancam, dan pada suatu saat makhluk tersebut mati tanpa ada generasi penerusnya (Partodiharjo, 1992).
Sistem reproduksi betina ada mengalami suatu daur, yang berulang seara berkala dan teratur. Lama daur pembiakan itu bermacam pada berbagai jenis hewan mamalia. Ada yang beberapa hari, ada yang beberapa minggu, ada yang berbulan, dan ada pula yang sekali setahun (Yatim, 1994). 
Teori di atas menunjukkan betapa pentingnya kita memahami siklus reproduksi terutama pada Mamalia, sehingga dapat juga diketahui kapan tibanya masa subur tersebut. Oleh karena itu praktikum tentang siklus reproduksi ini sangat penting guna memahami dengan detail dan menambah pengetahuan dari literatur yang ada. 
Praktikum yang telah kita lakukan mengamati tentang pengamatan siklus reproduksi meliputi sel-sel hasil apusan vagina, tahap siklus reproduksi yang sedang di alami hewan betina.



1.2  Rumusan Masalah
 Adapun rumusan masalah dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana membedakan sel-sel hasil apusan vagina?
2.      Bagaimana menentukan tahap siklus reproduksi yang sedang di alami hewan betina?

1.3  Tujuan
 Sedangkan tujuan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui cara membedakan sel-sel hasil apusan vagina
2.      Untuk mngetahui cara menentukan tahap siklus reproduksi yang sedang di alami hewan betina


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Siklus Reproduksi
Siklus reproduksi adalah rangkaian semua kejadian biologik kelamin yang berlangsung sambung menyambung hingga terlahir generasi yang baru dari suatu makhluk hidup. Untuk memperoleh dasar yang lebih baik dalam menerangkan fisiologi kelamin, sering pula peristiwa ovulasi yang mengikuti kejadian birahi sebagai titik permulaan dari siklus berahi, sedangkan untuk menerangkan siklus birahi terbagi manjadi 4 fase, yaitu:  proestrus, estrus, metestrus,  dan diestrus.  (Partodiharjo, 1992).
Reproduksi adalah suatu cara yang penting bagi organisme untuk mempertahankan spesiesnya. Kelangsungan hidup tersebut hanya dapat dicapai dengan pembentukan organisme baru oleh organisme yang sudah ada sebelumnya, dalam suatu proses reproduksi (Sutyarso, 1996).
Menurut tenser (2003), dalam reproduksi dikenal dengan istilah siklus reproduksi, siklus reproduksi adalah perubahan siklis yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan korelasi antara satu denagn lainnya.
Ruang lingkup siklus reproduksi meliputi beberapa faktor yaitu; pubertas, musim kelamin, siklus birahi, fertilisasi, kebuntingan dan kelahiran. Pubertas ditandai dengan adanya kesiapan untuk melakukan fertilisasi pertama kali, yang mana dipengaruhi oleh faktor-faktor: spesies, turunan, iklim, musim, makanan, jenis kelamin, management system, stress, dan faktor-faktor genetik (Sutyarso, 1996).
Siklus reproduksi dipengaruhi oleh faktor pelepas dari hipotalamus, hormon gonadotropin dari hipifisis dan hormon seks dari ovarium. Siklus reproduksi pada mamalia non primata disebut estrus. Sedangkan siklus reproduksi pada primata disebut siklus menstruasi (Muchtaromah, 2007).

2.1.1  Pubertas
Menurut  Toilehere (1979), pubertas didefinisikan sebagai umur dan waktu dimana organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan perkembang biakan dapat terjadi. Pubertas tidak menandakan kapasitas reproduksi yang normal, sempurna, masih akan tercapai kemudian. Pada hewan betina pubertas dicerminkan oleh terjadinya estrus dan ovulasi.
Perkawinan yang pertama bagi hewan betina muda pubertas hendaknya di tangguhkan beberapa saat, hingga tubuhnya telah cukup dewasa untuk mngandung anak. Tercapainya pubertas bagi setiap individu hewan agak berbeda karena pertumbuhan tubuh dan kelamin sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut adalah katurunan, iklim, sosial dan makanan (Partodihardjo, 1992).
Faktor keturunan sangat menentukan saat tercapainya pubertas, iklim dan kondisi makanan juga merupakan faktor penting dalam menentukan umur pubertas. Faktor sosial sangat jelas mempengaruhi saat tercapainya pubertas. Adanya pejantan disekitar anak-anak hewan, akan mempercepat tercapainya saat pubertas. Sedangkan sekumpulan hewan betina tanpa adanya pejantan mengalami perlambatan untuk mencapai saat pubertasnya (Partodihardjo, 1992).
Proses biologik yang terjadi dalam pertumbuhan alat kelamin sebelum lahir sampai tercapainya saat pubertas pada hewan jantan dan betina agak berlaian. Pada umumnya persiapan bagi hewan jantan untuk mencapai kejantanannya dan pubertasnya lebih cepat dibanding dengan hewan betina (Yatim, 1994).
2.1.2 Musim Kelamin
Musim kelamin (breeding season), merupakan suatu musim dalam suatu tahun dimana suatu jenis hewan memperlihatkan aktifitas perkawinan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi musim kelamin diantaranya: lamanya siang hari (Photo Period), suhu, mekanisme hormonal, faktor-faktor lain (ex: rangsangan psikologis) (Sutyarso, 1996).
Berdasarkan jarak antara musim kelamin dengan musim kelamin berikutnya, atau berdasarkan jarak anatra birahi dan birahi berikutnya, beberapa jenis hewan dapat digolongkan menjadi monestrus, polyestrus dan polyestrus bermusim (Partodihardjo, 1992).
Golongan monestrus adalah golongan hewan yang menunjukkan gejala berahi satu kali dalam satu tahun. Hewan-hewan betina golongan monestrus tidak berahi serentak,anamun masih dapat digolongkan bermusim karena frekuensi kejadian berahi terikat lebih sering dalam satu periode tertentu. Golongan polyestrus adalah golongan hewan yang menunjukkan gejala berahi beberapa kiali dalam satu tahun. Karena gejala berahi dari golongan ini muncul hampir setiap saat, tanpa mengikuti pola perubahan musim, maka mereka tidak mempunyai musim kelamin. Sedangkan golongan polyestrus bermusim merupakan golongan hewan yang menunjukkan gejala berahi beberapa kali dalam satu musim kalamin (Partodihardjo, 1992).
Kebanyakan Vertebrata betina menagalami daur pembiakan yang berlangsung sekali sampai beberapa sekali dalam setahun. Daur pembiakan usul-usulnnya menyesuaikan diri dengan suasana ekologi (iklim, musim, musuh, kejala astronomis) (Yatim, 2004).
Dibawah ini merupakan skema lama satu daur pembiakan pada mamalia (yatim, 1994):
Spesies
Lama Satu Daur
Mencit dan tikus
5 hari
Marmut
15 hari
Sapi, Kucing, dan Anjing
21 hari
Orang dan Kera
28 hari
Simpanse
35 hari

2.1.3 Siklus Birahi
Apabila pubertas telah terjadi dan berahi pertama telah selesai, maka hewan betina pada umumnya melanjutkan hidupnya dengan tugas menghasilkan anak. Jika berahi yang pertama tidak menghasilkan kebuntingan maka berahi yang pertama itu disusul oleh berahi yang kedua, yang ketiga dan seterusnta sampai betina itu menjadi bunting (Partodihardjo, 1992).
Siklus birahi adalah jarak antara berahi satu sampai berahi berikutnya, sedangkan berahi sendiri merupakan saat dimana hewan betina bersedia menerima hewan jantan untuk kopulasi. Kopulasi dapat menghasilkan kebuntingan daan selanjutnya dapat menghasilkan anak (Yatim, 1994).
Terjadi perubahan-perubahan fisiologik dari alat kelamin betina pada suatu mencit. Perubahan ini bersifat sambung-menyambung satu sama lain, akhirnya bertemu kembali pada permulaannya. Sedangkan untuk dapat mengetahui siklus birahi berdasarkan gejala yang terlihat dari luar tubuh, satu siklus birahi dibedakan ke dalam 4 fase, yaitu meliputi: proestrus, estrus, metestrus,  dan diestrus (Sutyarso, 1996).
a)      Proestrus, yaitu fase persiapan, gejala yang terlihaat adanya perubahan tingkah laku dan perubahan pada alaat kelanin bagian luar. Tingakah laku betina menjadi agak lain dari biasanya. Alat kelamin betina luar memperlihatkan tanda-tanda bahwa terjadi peningkatan peredaran darah. Meskipun telah ada perubahan yang menimbulkan gairah seks, namun hewan betina ini masih menolak pejantan yang datang karena tertarik oleh perubahan tingkah laku tersebut (Sutyarso, 1996).
b)      Estrus, fase yang memperlihatkan gejala khusus yang ditandai dengan terjadinya kopulasi. Jika hewan betina menolak untuk kopulasi, meskipun tanda-tanda estrusnya sangat jelas terlihat, maka penolakan tersebut memberi petanda bahwa hewan betina masih dalam fase proestrus atau fase estrus telah terlewat (Sutyarso, 1996).
c)      Metestrus, fase dalam siklus berahi yang terjadi segera setelah estrus selsai. Gejala yang dapat terlihat dari luar tidak terikat nyata, namun pada umumnya masih di dpaatka sisa-sisa gejala estrus. Bedanya dengan estrus adalah bahwa meskipun gejala estrus masih dapat dilihat tapi hewan betina telah menolak pejantan untuk aktivitas kopulasi (Partodihardjo, 1992).
d)     Diestrus, fase yang ditandai tidak adanya kebuntingan, tidak adanya aktivitas kawin dan hewan menjadi tenang. Dalam periode permulaan dari diestrus, endometrium masih masih memperlihatkan kegiatan, yaitu pertumbuhan kelenjar-kelenjar endometrium dari panjang menjadi berkelok-kelok (Partodihardjo, 1992).

No comments