Breaking News

Keterkaitan antara Penampilan Reproduksi dan Manajemen Reproduksi

Dari hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa rata-rata 131,6 ± 121,8 hari pelaksanaan IB pertama setelah melahirkan. Hal ini mengindikasikan rendahnya manajemen reproduksi yang diterapkan oleh peternak. Namun demikian, secara umum bahwa deteksi berahi serta waktu yang digunakan dalam mendeteksi berahi oleh peternak seperti diperlihatkan pada bagian sebelumnya sudah sangat baik. Kemungkinan lain yang mengakibatkan panjangnya jarak waktu antara melahirkan dan IB pertama adalah ketidaknormalan siklus ovarium ternak setelah melahirkan yang mengakibatkan rendahnya proporsi ternak yang berahi. Hasil penelitian Opsomer dkk. (2000) menunjukkan bahwa 51% ternak sapi perah dalam waktu 80 hari setelah melahirkan memperlihatkan ketidaknormalan aktiviatas ovarium seperti tertundanya siklus, terhentinya siklus ovarium, perpanjangan fase luteal serta ketidaknormalan lainnya. Lebih lanjut Esslemont dan Kossaibati (2000), menyatakan bahwa sebaiknya diatas 69% ternak sapi perah telah diinseminasi pada 24 hari pertama musim kawin atau antara 65 sampai 85 hari setelah melahirkan. Dengan demikian dan dengan kondisi seperti ini maka dapat diprediksi bahwa tertundanya perkawinan/IB pada ternak sapi akan memperpanjang days open dan  jarak kelahiran.  Menurut  Harjopranjoto (1995), bahwa tertundanya perkawinan post partum akan memperpanjang days open sehingga jarak kelahiran menjadi lebih panjang. Lebih lanjut dikatakan bahwa hal ini bisa diakibatkan oleh kurangnya komsumsi protein dan energi, mengakibatkan  folikel-folikel sebagai penghasil hormon estrogen tidak dapat tumbuh berkembang  dengan normal.  Hal ini mengakibatkan lambatnya post partum estrus (estrus pertama setelah melahirkan) dan berdampak pada panjangnya perkawinan setelah melahirkan. Dengan demikian diharapkan ketersediaan energi yang cukup pasca partus dapat mempercepat pemulihan organ reproduksi.
Proporsi tingkat kebuntingan sapi perah pada penelitian ini sebesar 48,61%  menunjukkan efisiensi reproduksi yang kurang dari 50 %.  Rendahnya angka kebuntingan disebabkan  kawin berulang sering terjadi, dengan jumlah antara 1-10 kali IB.  Selain itu konsepsi dari IB pertama adalah 23,6%.  Berdasarkan nilai tersebut disebakan karena manajemen yang kurang baik.
            Jarak kelahiran yang tinggi juga diperoleh pada hasil penelitian ini yakni antara 360-679 hari atau dengan rata-rata 464±93,9 hari. Tingginya jarak kelahiran disebabkan karena pengelolaan setelah induk melahirkan, yang disebabkan manajemen reproduksi yang kurang baik.  Menurut Harjopranjoto (1995), bahwa jarak kelahiran menjadi tinggi karena pengelolaan post partum, terjadinya silent heat, pengaruh penurunan kemampuan reproduksi akibat menurunnya kemampuan uterus dan ovarium serta adanya penyakit.
            Menurut   Hardjopranjoto (1995),  perkawinan berulang terjadi pada  pada induk tua atau telah beberapa kali beranak. Hal ini disebabkan karena ketidak serasian lingkungan uterus pada induk yang tua dengan hormon.

No comments