Breaking News

Tanaman yang Resisten terhadap Herbisida

Keuntungan membuat tanaman panen resisten terhadap herbisida telah terbukti nyata. Walaupun ada ketakutan bahwa resistensi semacam ini dapat dengan cepat meningkatkan penggunaan bahan kimia herbisida, terdapat beberapa alasan untuk mengharapkan bahwa tanaman transgenik ini akan mempromosikan penggunaannya yang lebih aman, herbisida yang dapat terdegradasi, mungkin dalam jumlah yang lebih sedikit. Satu contoh meelibatkan herbisida glikofosfat, yang menginhibisi 5-enolpirovilshikimat 3-fosfat sintase – suatu enzim yang terlibat dalam biosintesis asam amino aromatik – dengan berperan sebagai analog structural dari fosfoenol piruvat. Enzim ini telah dimurnikan dari tanaman panen dan disusun, dan probe DNA yang berhubungan dengan susunan assam aminonya telah disintesis. Probe ini digunakan untuk mengisolasi cDNA untuk enzim dari baris penyimpanan cDNA sel tanaman yang diketahui untuk memproduksi 5-enolpiruvilsikamat 3-fosfat sintase. Gen cDNA kemudian diklon dibelakang promoter CaMV kuat, dan kompleks gen promoter dimasukkan ke dalam sel tanaman (sebagai contoh, petunia) melalui vektor plasmid Ti yang dilucuti. Tanaman transgenik memperoduksi enzim target yang jauh lebih tinggi levelnya dan karena itu secara signifikan lebih resisten terhadap glikofosfat. Hasil ini memberikan harapan karena glikofosfat memiliki kadar racun yang sangat rendah, untuk hewan dan didegradasi secara cepat dalam tanah.
Variasi strategi ini merupakan pemasukkan gen-gen mutan dari enzim target. Campuran Sulfonilurea beraksi pada tanaman dengan menghambat asetolaktat sintase, suatu enzim yang terlibat dalam cabang rantai sintesis asam amino. Mutan tanaman yang ditunjukkan resisten terhadap herbisida yang dipilih dalam Arabidopsis ini. Ukuran yang kecil dan generasi yang pendek dari Arabidopsis memungkinkan pemilihan tipe ini pada keseluruhan level tanaman. Gen asetolaktat sintase dari mutan Arabidopsis diklon dengan menggunakan susunan homolog dengan enzim yeast yang diketahui dan ditunjukkan untuk membedakan oleh basa tunggal dengan tipe liar, berakibat pada perubahan residu asam amino tunggal. Ketika gen mutan ini dimasukkan ke dalam tanaman tembakau, tanaman transgenik hampir 100 kali resisten terhadap sulfonylurea klorosulfuron.
Mengubah level atau sifat enzim yang ditargetkan dengan herbisida karenanya merupakan pendekatan yang efektif untuk memproduksi tanaman yang resisten terhadap herbisida. Meskipun demikian, pendekatan ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, hanya menghasilkan resistensi tingkat sedang, karena jumlah herbisida yang lebih besar akan tetap menghambat enzim target yang diproduksi secara berlebih atau yang kurang sensitif. Kedua, produksi yang berlebihan dari salah satu enzim dalam jalur kompleks dapat mengganggu pengaturan jalur tertentu dan bisa memperlambat pertumbuhan tanaman. Ketiga, sulit untuk mengubah suatu enzim sehingga enzim tersebut belum dapat mengikat analog racun dengan baik berlanjut untuk mengikat substrat yang sebenarnya dalam cara yang melebihi atau kurang normal. Anggapan seperti ini telah mendorong eksplorasi metode alternatif untuk mengembangkan resistensi terhadap herbisida dalam tanaman.
Satu teknik yang sangat sukses dalam hal produksi resistensi pada tanaman transgenik merupakan pemasukan gen-gen yang mengkode enzim herbicide-detoxifying. Sebuah contoh menarik melibatkan fosfinotrisin, suatu analog asam glutamik yang menghambat glutamine sintetase (Gambar 9.13). Walaupun fosfinotrisin disintesis secara kimia dan dijual secara komersial sebagai herbisida, senyawa itu sebenarnya ditemukan separuh aktif dari antibiotik, bialaphos, diproduksi oleh suatu strain Streptomyces. Seperti yang dijelaskan dalam bab 13, mikroorganisme yang mensekresi antibiotik seringkali memproduksi enzim-enzim yang menguraikan racun antibiotik untuk melindungi dirinya sendiri. Streptomyces yang memproduksi bialaphos bukanlah suatu perkecualian, dan Streptomyces memproduksi enzim yang menonaktifkan baik bialaphos maupun fosfinotrisin oleh asetilasi. Gen yang mengkode enzim ini diklon dari Streptomyces, diletakkan di belakang promoter CaMV 35S, dan dimasukkan ke dalam tanaman yang dipanen, seperti kentang. Tanaman transgenik menunjukkan resistensi yang kuat terhadap fosfinotrisin, bahkan dalam tes dibawah kondisi lapangan.
Glikofosfat dan cara reaksinya. Glikofpsfat, bertindak sebagai suatu analog fosfoenolpiruvat, menghambat pembentukan 5-enolenolpiruvilsikamat 3-fosfat, suatu prekusor asam amino aromatik. Produksi tanaman resisten terhadap gliposat. Gen untuk 5-enolenolpiruvilsikamat 3-fosfat sintase, diklon di belakang promoter kuat, dimasukkan ke dalam tanaman petunia sebagaimana diterangkan dalam teks. Ketika tanaman petunia transgenik ini (atas) dan tanaman kontrol yang tak diubah (bawah) disebarkan dengan Roundup (suatu pestisida yang mengandung glikoposat), setelah tiga minggu tanaman kontrol mati tapi tanaman transgenik, tanaman yang resisten benar-benar sehat. Dari Shah, D.M., et al. (1986), teknik toleransi terhadap herbisida dalam tanaman transgenik, Science 233: 478-481, dengan ijin.
Arabidopsis merupakan tanaman krusiferus kecil yang secara cepat menjadi spesies pilihan untuk studi genetic dan DNA rekombinan dalam tanaman – hal ini mengasumsikan seperti posisi E. coli diantara prokariot. Keuntungannya yang banyak meliputi genom yang berjumlah sedikit (70,000 kb, hanya 5 kali ukuran genom ragi dan hanya 10% ukuran genom tanaman panen khusus) dengan jumlah DNA repetitive yang sedikit. Arabidopsis juga memiliki siklus reproduksi yang cepat (benih dapat dikumpulkan 6 minggu setelah perkecambahan); melakukan penyerbukan sendiri, jadi strain mutan dapat dirawat dengan mudah; dan dapat menjadi suspect pengubahan Ahrobacterium, jadi materi genetic dapat dimasukkan dengan metodologi DNA rekombinan. Untuk tinjauan, Lihat Estelle, M.A., dan Somerville, C.R. (1989). Mutan-mutan Arabidopsis, Tr. Genet. 2:89-93; dan Meyerowitz, E.M. (1989). Arabidopsis, rumput laut yang berguna, Sel 56:263-269.

No comments