Pengembangan Produk Unggulan Ikan Nila
1.
Peran Perikanan Budidaya di Indonesia
Perikanan
Budidaya di Indonesia merupakan salah satu komponen yang penting di sektor
perikanan. Hal ini berkaitan dengan perannya dalam menunjang persediaan pangan
nasional, penciptaan pendapatan dan lapangan kerja serta mendatangkan
penerimaan negara dari ekspor. Perikanan budidaya juga berperan dalam
mengurangi beban sumber daya laut. Di samping itu perikanan budidaya dianggap
sebagai sektor penting untuk mendukung perkembangan ekonomi pedesaan.
Besarnya
kontribusi perikanan budidaya dan penangkapan ikan air tawar terhadap total
produksi ikan nasional sebesar 29,1%. Total produksi perikanan budidaya
meningkat 20,14% per tahun dari 1.076.750 ton pada tahun 2001 menjadi 2.163.674
ton di tahun 2005. Peningkatan ini merupakan dampak dari inovasi teknologi,
pertambahan areal dan ketersediaan benih ikan yang berkualitas. Pada tahun
2005, total produksi nasional dari budidaya ikan sebesar 2,16 juta ton (Made L.
Nurjana).
2.
Perkembangan Perikanan Budidaya Air Tawar
Menurut
Made L. Nurjana (2006), perikanan budidaya air tawar dimulai sejak jaman
penjajahan Belanda dengan penebaran benih ikan karper/ikan mas (Cyprinus
carpio) di kolam halaman rumah di Jawa Barat, pada pertengahan abad
19. Praktek perikanan budidaya ini kemudian menyebar ke bagian lain Pulau Jawa,
pada awal abad 20. Namun demikian baru pada akhir 1970 an terjadi peningkatan
produksi yang luar biasa dari budidaya ikan air tawar. Adanya pengenalan
teknologi baru dalam perikanan memberikan kontribusi pada ketersediaan benih
yang dihasilkan dan perkembangan pakan ikan. Spesies yang umum dibudidayakan
adalah ikan karper/ikan mas (Cyprinus carpio), ikan nila
(Oreochromis
niloticus) dan gurami (Osphronemus goramy).
Areal
potensial untuk perikanan budidaya (Tabel 1.1) terdiri dari kolam, sawah (mina
padi) dan perairan umum. Perikanan budidaya di perairan umum meliputi karamba
dan kolam. Perairan umum yang cocok untuk budidaya ikan berupa sungai, danau,
waduk dan lain-lain. Kegiatan budidaya ikan yang dilakukan di perairan umum
haruslah ramah lingkungan, produktif dan mempertimbangkan pemakaian lainnya.
Berdasarkan pertimbangan ini diperkirakan sekitar 1,5% (158.200 hektar) dari
perairan umum di Indonesia
cocok untuk kegiatan perikanan budidaya.
Tabel 1.1. Areal Potensial untuk Budidaya Ikan Air Tawar di
Indonesia
No
|
Jenis Potensi Budidaya
|
Luas (Ha)
|
1
|
Kolam
air tawar
|
526.400
|
2
|
Perairan
umum
|
158.200
|
3
|
Sawah
|
1.545.900
|
Total
|
2.220.500
|
Sumber : Hasil
Survei Ditjen Perikanan, 1998
IKAN NILA
Ikan Nila adalah sejenis ikan konsumsi air
tawar. Ikan ini diintroduksi dari Afrika tepatnya Afrika bagian timur yaitu di sungai
Nil (Mesir), danau Tanganyika, Chad, Nigeria, dan Kenya pada tahun 1969, dan kini menjadi ikan peliharaan yang populer di kolam-kolam air tawar di Indonesia. Nama ilmiahnya adalah Oreochromis niloticus,
dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia.Genus Oreochromis merupakan genus ikan yang beradaptasi tinggi dan mempunyai
toleransi terhadap kualitas air dengan
kisaran yang lebar. Genus ini dapat hidup dalam
kondisi lingkungan yang ekstrim sekalipun karena sering kali ditemukan hidup
normal pada habitat-habitat yang ikan air tawar dari jenis lain tidak dapat hidup. Ciri ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah garis vertikal yang berwarna gelap di sirip ekor sebanyak enam buah, di sirip punggung (dorsal), sirip dubur (anal), berpunggung tinggi dan rendah. Ikan nila yang masih kecil belum tampak perbedaan
alat kelaminnya. Setelah berat badannya mencapai 50 gram, dapat diketahui perbedaaan antara jantan dan betina. Untuk membedakan antara ikan jantan dan betina dapat dilakukan dengan mengamati
seksama lubang genitalnya (kelamin sekunder). Pada ikan jantan, warna tubuhnya lebih gelap, tulang rahang melebar ke belakang yang memberi
kesan kokoh, terdapat lubang anus dan
satu lubang genital yang berupa tonjolan agak kecil meruncing
sebagai saluran pengeluaran air kencing
dan sperma. Rasio jumlah ikan jantan dan betina ideal adalah 3:1, yaitu jumlah ikan betina] lebih banyak daripada [[ikan
jantan]. Padat penebaran disesuaikan dengan wadah atau kolam budidayanya.
Bila ikan nila dipelihara dalam kepadatan populasi yang tinggi,
pertumbuhannya kurang pesat. Kualitas air yang kurang baik akan mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi lambat. Berikut parameter yang menentukan kualitas air :
Suhu
air
Suhu air sangat berpengaruh terhadap metabolisme dan pertumbuhan organisme serta
mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi organisme perairan. Suhu juga mempengaruhi oksigen terlarut dalam
perairan. Suhu optimal untuk hidup ikan nila pada kisaran 14-38 °C, secara alami ikan ini dapat memijah pada
suhu 22-37 °C namun suhu yang
baik untuk perkembanganbiakannya berkisar 25-30 °C.
pH air
Nilai pH merupakan logaritma negatif dari aktivitas ion hydrogen.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pH perairan
yaitu aktivitas fotosintesis, suhu, dan terdapatnya anion dan kation. pH yang ditoleransi ikan nila antara 5-11, tetapi pertumbuhan dan perkembangan yang [[optimal adalah pada kisaran pH
7-8.
Ammonia
(NH3)
Amonia merupakan bentuk utama ekskresi nitrogen dari organisme akuatik. Sumber utama ammonia (NH3) adalah bahan organik dalam bentuk sisa pakan, kotoran ikan maupun dalam bentuk plankton dari bahan organik tersuspensi. Pembusukan bahan organik terutama yang banyak mengandung protein menghasilkan ammonium (NH4+) dan NH3. Bila
proses lanjut dari pembusukan
(nitrifikasi) tidak berjalan lancar maka akan
terjadi penumpukan NH3 sampai pada konsentrasi yang membahayakan bagi ikan.
Oksigen Terlarut
(DO)
Oksigen terlarut diperlukan
untuk respirasi, proses pembakaran makanan, aktivitas berenang, pertumbuhan, reproduksi dan lain-lain.
Sumber oksigen dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer sekitar 35% dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Kadar oksigen terlarut yang optimal bagi pertumbuhan ikan nila adalah lebih dari 5 mg/l. Kekeruhan air yang disebabkan oleh pelumpuran (untuk kolam yang bagian dasarnya
berlumpur) juga akan memperlambat pertumbuhan ikan. Lain halnya bila kekeruhan air yang
disebabkan oleh adanya plankton,
air yang kaya plankton dapat berwarna hijau kekuning dan hijau kecoklatan karena banyak mengandung diatom. Plankton ini baik untuk
makanan ikan nila. Sedangkan plankton biru kurang baik. Tingkat kecerahan air karena plankton harus
dikendalikan. Kadar garam air yang optimal untuk pemmbudidayaan
ikan nila antara 0-35 C, oleh karena itu ikan nila cocok dipelihara di dataran rendah
sampai agak tinggi (500 dpl). Telur ikan nila berbentuk bulat berwarna kekuningan dengan diameter sekitar 2,8 mm.
Sekali memijah dapat mengeluarkan telur
sebanyak 300-1.500 butir, tergantung ukuran induk betina, sehingga larva yang dihasilkan pun kurang lebih sama
dengan jumlah telurnya. Ikan nila merupakan ikan yang mempunyai sifat yang unik setelah
memijah. Induk betina mengulumtelur-telur yang telah dibuahi di dalam rongga mulutnya.
Perilaku in disebut Mouth Breeder (pengeram telur dalam mulut).
3. Budidaya Ikan Nila dan Prospeknya
Ikan nila merupakan salah satu komoditas penting
perikanan budidaya air tawar di Indonesia. Ikan ini sebenarnya bukan asli
perairan Indonesia, melainkan ikan introduksi yang berasal dari Afrika
(Khairuman dan Khairul Amri, 2006). Menurut sejarahnya, ikan nila pertama kali
didatangkan dari Taiwan ke Balai Penelitian Perikanan Air Tawar, Bogor pada
tahun 1969. Setahun kemudian ikan ini mulai disebarkan ke beberapa daerah.
Pemberian nama nila berdasarkan ketetapan Direktur Jenderal Perikanan tahun
1972. Nama tersebut diambil dari nama spesies ikan ini, yakni nilotica yang
kemudian diubah menjadi nila. Para pakar perikanan memutuskan bahwa nama ilmiah
yang tepat untuk ikan nila adalah Oreochromis niloticus atau Oreochromis
sp.
Budidaya ikan nila disukai karena ikan nila mudah
dipelihara, laju pertumbuhan dan perkembangbiakannya cepat, serta tahan
terhadap gangguan hama dan penyakit. Selain dipelihara di kolam biasa seperti
yang umum dilakukan, ikan nila juga dapat dibudidayakan di media lain seperti
kolam air deras, kantung jaring apung, karamba, sawah, bahkan dalam tambak (air
payau) sekalipun.
Salah
satu daerah yang potensial untuk budidaya ikan nila di Indonesia
adalah Provinsi Jawa Tengah, khusunya Kabupaten Klaten. Bahkan ikan nila merupakan
komoditas unggulah Jawa Tengah. Ini mengingat ikan nila selain untuk konsumsi
lokal juga merupakan komoditas ekspor terutama ke Amerika Serikat dalam bentuk
fillet (daging tanpa tulang dan kulit).
Budidaya
ikan nila di wilayah Klaten, dilakukan di lahan kolam maupun lahan non-kolam
berupa sawah dan perairan umum seperti rawa/waduk, sungai dan genangan air
lainnya. Sementara itu luas lahan kolam di Kabupaten Klaten yang bisa
dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan mencapai 110,37 ha. Namun demikian, mengingat
kedalaman air dan debit air yang terbatas dan cenderung berfluktuasi, maka
hanya sebagian kecil saja yang bisa dimanfaatkan untuk budidaya ikan. Sedangkan
lahan non-kolam yang kini telah dimanfaatkan untuk budidaya ikan antara lain
adalah sawah (mina padi), rawa/waduk (karamba dan jaring tancap), dan perairan
umum. Sumber air utama untuk memenuhi kebutuhan air kolam adalah berupa mata
air (umbul).
1. Pembenihan Ikan
Kegiatan pembenihan ikan nila di kolam sangat ditentukan
oleh ketersediaan air yang kontinyu dan dalam jumlah yang mencukupi. Di
Kabupaten Klaten, Kecamatan Polanharjo dan Kecamatan Tulung yang memiliki
sumber air berlimpah berupa mata air, dikenal sebagai penghasil benih ikan nila
terbesar di wilayah tersebut. Kedua Kecamatan ini secara total memiliki andil
penyediaan benih sebesar 6,865 juta ekor/tahun atau 32,22% dari produksi benih
ikan nila di Kabupaten Klaten.
Namun demikian, untuk pengembangan usaha pembenihan di
kolam dimasa depan, Kecamatan Polanharjo memiliki potensi yang jauh lebih
tinggi daripada Kecamatan Tulung. Hal ini disebabkan luas kolam di Kecamatan
Tulung yang hanya 0,78 ha kurang mendukung usaha tersebut. Sementara itu di
Kecamatan Polanharjo yang memiliki kolam paling luas di Kabupaten Klaten yaitu
6,41 ha (15,21% dari total luas kolam di Klaten) sangat potensial dijadikan
sebagai sentra produksi benih. Selain itu secara kelembagaan, usaha pembenihan
tersebut juga sangat didukung oleh keberadaan Balai Benih Ikan (BBI) Ngrumbul
seluas 1,4 ha di Desa Kebonarum dan BBI Sentral Janti di Polanharjo.
2. Pembesaran Ikan
Usaha pembesaran ikan nila dilakukan di banyak Kecamatan
di Kabupaten Klaten. Seperti halnya usaha pembenihan, maka usaha pembesaran
ikan nila di Kabupaten Klaten juga berlangsung di lahan kolam maupun non kolam.
Sentra pembesaran ikan di kolam terdapat di Kecamatan Polanharjo, Kecamatan
Karanganom dan Kecamatan Tulung. Faktor sumber air yang melimpah serta banyak bermunculannya
restoran apung dan kolam pemancingan di kedua Kecamatan tersebut telah memicu
usaha pembesaran ikan di sana.
Rerata produksi ikan konsumsi di kedua Kecamatan
Polanhardjo sebesar 371,439 ton per tahun sedangkan di Kecamatan Tulung 320,131
ton per tahun. Produksi ikan konsumsi di Kecamatan Polanharjo secara pelan
namun pasti terus mengalami peningkatan dibanding wilayah lainnya. Terkait
dengan perikanan budidaya ikan nila, maka pada buku pola pembiayaan usaha kecil
ini akan diuraikan lebih banyak tentang usaha pembersarannya.
Pola Pembiayaan
Sampai saat ini petani ikan di Kecamatan Polanharjo dan
Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten, belum ada yang memperoleh
pinjaman dana dari perbankan. Kebutuhan dana mereka dipenuhi oleh
Koperasi Unit Desa (KUD). Untuk mendapat pinjaman, mereka harus menjadi anggota
KUD setempat. Pada umumnya mereka mengajukan pinjaman untuk biaya operasional,
antara lain untuk membeli benih atau pakan ikan. Pinjaman ini akan dilunasi
setelah mereka panen (dengan masa pinjaman sama dengan masa budidaya
yaitu empat bulan). Bunga yang dibebankan sebesar 2% per bulan.
Meskipun
demikian, dari informasi perbankan di wilayah tersebut menyatakan bahwa terbuka
bagi usaha budidaya ikan nila untuk memperoleh kredit dari bank. Bahkan BRI
Kabupaten Klaten mempunyai komitmen memberikan kredit untuk kegiatan penunjang
ketahanan pangan di daerah tersebut, termasuk usaha budidaya ikan nila.
Persyaratan yang diberikan oleh BRI dalam pemberian kredit usaha mikro (kurang
dari Rp 100 juta) antara lain :
1.
Foto kopi KTP
calon debitur;
2.
Calon debitur
mempunyai usaha yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepala Desa
setempat;
3.
Surat keterangan
dari Dinas Perikanan (untuk kebenaran tentang usaha dan areal yang dipakai
sebagai usaha);
4.
Surat rekomendasi
dari Unit Pelayanan Perikanan (UPP) Kabupaten Klaten;
5.
Rincian biaya yang
diperkirakan (biaya investasi maupun biaya modal kerja).
Permintaan
Sampai saat ini permintaan ikan nila relatif besar yang
ditunjukkan dengan hasil panen yang hampir semuanya terserap oleh pasar.
Permintaan tersebut baik untuk memenuhi pasar domestik maupun pasar ekspor. Pada
pasar domestik permintaan ikan nila semakin meningkat seiring dengan semakin
tingginya kesadaran masyarakat mengkonsumsi ikan sebagai sumber protein hewani.
Data menunjukkan bahwa pada tahun 2005, tingkat
konsumsi ikan untuk masyarakat di Indonesia mengalami kenaikan sebesar 4,51
prosen, yakni dari 23,95 kg/kapita/tahun menjadi 25,03 kg/kapita/tahun pada
tahun 2006. Konsumsi ikan
diperkirakan pada tahun 2007 akan menjadi 25,8 kg/kapita/tahun. Angka ini masih
dibawah standar kecukupan pangan untuk ikan yang ditetapkan yaitu sebesar 26,55
kg/kapita/tahun.
Sedangkan untuk pasar ekspor, salah satu pasar yang
paling potensial adalah Amerika Serikat. Saat ini Indonesia baru mampu memasok
rata-rata 8.000 ton ikan nila per tahun (Agrina, 5 April 2007). Sementara ikan
nila yang diimpor oleh Amerika Serikat dari berbagai negara sebanyak 158.253
ton. Ragam produk ikan nila yang diimpor oleh Amerika Serikat dalam bentuk
utuh, fillet (lempengan daging tanpa tulang) segar,
dan fillet beku. Kebutuhan fillet
ikan di Amerika setiap tahunnya sekitar 90 juta ton. Di samping Amerika Serikat, masih banyak negara lain yang
membutuhkan pasokan ikan nila, seperti Jepang, Singapura, Hongkong, dan Eropa.
Sementara, pemasok fillet nila terbesar dunia
adalah Cina, Indonesia, Thailand, Taiwan, dan Filipina. Namun demikian jumlah
seluruh pasokan tersebut masih jauh di bawah kebutuhan fillet ikan nila. Bahkan
berdasarkan data dari Food Agriculture Organization
(FAO), kebutuhan ikan untuk pasar dunia sampai tahun 2010 masih kekurangan
pasokan sebesar 2 juta ton/tahun (Khairuman dan Khairul Amri, 2006). Pemenuhan
kekurangan pasokan ikan ini dipenuhi dari hasil usaha budidaya, salah
satunya dari budidaya ikan nila.
Ekspor
fillet
nila dari Indonesia
hingga saat ini hanya mampu melayani tak lebih dari 0,1% dari permintaan pasar
dunia. Peluang pasar yang masih begitu besar, menjadikan sektor bisnis budidaya
ikan nila sebagai salah satu andalan untuk menambah pemasukan devisa negara.
Harga fillet nila asal Indonesia di pasaran ekspor pun
relatif tinggi, rata-rata US$ 6 per kilogram (Majalah Trust/14/2005).
Pada
pasal lokal, khususnya di wilayah penelitian, ikan nila disamping untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga, juga untuk memasok ke
restoran-restoran apung serta tempat pemancingan, baik di Kabupaten Klaten
maupun di luar Kabupaten Klaten. Biasanya usaha kolam pemancingan akan membeli
ikan nila dengan ukuran 1 kg berisi 3-4 ekor ikan nila. Sedangkan, untuk
memenuhi permintaan ekspor ikan nila, maka Di Kecamatan Tulung berdiri pabrik Aquafarm,
yang usahanya melakukan pengemasan fillet ikan nila untuk di
ekspor ke luar negeri, utamanya pasar Amerika.
Ada sejumlah alasan mengapa ikan nila sangat digemari.
Warna dagingnya putih bersih, kenyal, dan tebal seperti daging ikan kakap
merah. Rasanya pun netral (tawar), sehingga mudah diolah untuk berbagai rasa
masakan. Karena merupakan hasil budi daya, pasokannya bisa diperoleh setiap
saat tanpa terpengaruh musim.
Penawaran
Produksi ikan nila di Kabupaten Klaten setiap tahun
mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 produksi ikan nila di Kabupaten Klaten
sebanyak 1.106.015 kg. Sedangkan pada tahun 2006, produksi nila mengalami
peningkatan sekitar 10 prosen menjadi 1.229.806 kg (Sub Dinas Perikanan
Kabupaten Klaten, 2007).
Sementara itu, luas lahan kolam di Kabupaten Klaten yang
bisa dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan mencapai 110,37 ha. Lahan non kolam
yang kini telah dimanfaatkan untuk budidaya ikan antara lain adalah sawah (mina
padi) dan rawa/waduk (karamba dan jaring tancap). Dengan kondisi alamnya yang
kaya akan sumber air, maka Kabupaten Klaten sangat potensial untuk
budidaya perikanan air tawar, khususnya ikan nila. Kolam-kolam pembesaran ikan
nila ini juga banyak dijumpai di pekarangan rumah.
Persaingan
dan Peluang Pasar
Meskipun
jumlah petani ikan nila cukup banyak di Kabupaten Klaten, namun karena sampai
saat ini jumlah permintaan lebih banyak dibandingkan penawaran, maka para
petani ikan nila di sana
dapat dikatakan belum merasakan persaingan. Peluang usaha untuk budidaya ikan
nila ini masih sangat besar. Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya
kebutuhan akan pemenuhan gizi dari sumber protein hewani yang murah serta
kepedulian akan kesehatan dengan mengurangi konsumsi daging merah.
Harga
Penentuan harga ikan nila dilakukan
oleh kelompok petani ikan dan pasar. Harga yang diberikan
untuk pedagang (yang membeli dalam jumlah banyak) berbeda dengan harga untuk
pembeli eceran. Saat survei dilakukan (tahun 2007), harga ikan nila untuk
pembelian dalam jumlah banyak sebesar Rp9.700,- per kilogram, sedangkan
harga ikan nila eceran mencapai Rp12.000,- per kilogram.
Jalur
Pemasaran
Jalur
pemasaran ikan nila sangatlah sederhana. Pembeli (baik membeli dalam jumlah
besar maupun eceran) dapat langsung mendatangi pemilik kolam yang sedang panen
dan membeli hasil panenannya setelah ditimbang di tempat. Pembeli berasal dari
daerah setempat dan luar daerah.
Pembeli dalam partai besar (pedagang pengepul) akan
menjual ikan nila tersebut untuk restoran terapung atau tempat-tempat
pemancingan. Pedagang pengepul akan mengangkut ikan nila yang dibelinya dari pembudidaya
ikan ke tempat pemancingan ikan di Kabupaten Klaten, Boyolali, dan Semarang.
Kendala
Pemasaran
Masa budidaya usaha pembesaran ikan
nila adalah 4 (empat) bulan. Apabila ikan berada di kolam lebih dari waktu yang
sudah ditentukan maka akan memperbesar biaya pakannya. Untuk itu ikan nila
setelah 4 bulan dipelihara di kolam pembesaran harus dipanen. Mengingat
permintaan ikan nila masih lebih besar dibandingkan penawarannya, sejauh ini
pembudidaya ikan nila belum merasakan adanya kendala dalam pemasaran, karena
ikan yang dipanen selalu habis terjual.
Lokasi
Usaha
Lokasi
usaha budidaya ikan nila sangat menentukan keberhasilan budidaya tersebut.
Terdapat beberapa persyaratan untuk lokasi budidaya ikan nila, antara lain :
1. Tanah
yang baik untuk kolam pemeliharaan ikan nila adalah jenis tanah liat/lempung.
Jenis tanah tersebut dapat menahan massa
air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.
2. Kemiringan
tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5% untuk memudahkan
pengairan kolam secara gravitasi.
3. Ikan
nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi (500 m di bawah
permukaan laut).
4. Air
jangan terlalu keruh dan tidak tercemar baik dari limbah industri ataupun rumah
tangga. Kecerahan untuk di kolam yang baik + 45 cm sedangkan di tambak +
30 cm.
5. Debit
air untuk kolam air tenang 8-15 liter/detik/ha. Kondisi perairan tenang dan
bersih. Nilai keasaman air (pH) berkisar 6-8,5 dengan nilai optimal 7-8.
6. Suhu
air yang optimal berkisar antara 25oC-30oC.
7.
Ikan nila mampu
hidup pada kadar garam 0-35 permil.
8. Dekat
dengan sumber air, dimana sumber air bisa berasal dari saluran irigasi, sungai,
sumur ataupun umbul.
Teknis Budidaya
1. Kolam Pembesaran
Kolam pembesaran berfungsi sebagai tempat untuk
memelihara dan membesarkan benih selepas dari kolam pendederan. Benih yang akan
dibesarkan dapat berasal dari pendederan I (gelondongan kecil) ataupun
pendederan II. Kalau benih yang berasal pendederan II, berarti ukuran benih
sudah cukup besar, sehingga waktu yang dibutuhkan sampai panen tidak terlalu
lama. Usaha semacam ini mengandung resiko yang lebih kecil, karena tingkat
mortalitasnya rendah. Hasil panen yang seragam atau serempak pertumbuhannya
dengan ukuran super adalah salah satu target yang harus dicapai.
Ada 3 (tiga) faktor penting yang harus diperhatikan dalam
usaha pembesaran, yaitu : kualitas benih, kualitas pakan yang diberikan dan
kualitas airnya itu sendiri.
1.
Kualitas benih. Benih
unggul berasal dari induk yang unggul, karena itu sebaiknya benih dibeli dari
tempat pembenihan yang dapat dipercaya atau yang telah mendapat rekomendasi
dari pemerintah, seperti BBI. Benih baik bisa berasal dari hasil rekayasa
genetika seperti nila gift, proses seleksi,
proses persilangan dan sebagainya. Ciri-ciri
benih yang berkualitas yaitu tubuhnya tidak cacat/ luka, aktif berenang, senang
bergerombol dan apabila dikejutkan benih akan berpencar secara cepat, sisik
teratur rapi dan tidak kaku serta sirip lengkap dan proporsional.
2.
Kualitas pakan. Pakan
yang diberikan harus tepat dan dalam jumlah yang mencukupi. Yang dimaksud tepat
dalam hal ini adalah tepat ukuran, nilai nutrisi, keseragaman ukuran dan
kualitas.
3.
Kualitas air. Air
yang digunakan untuk usaha pembesaran harus memenuhi syarat, dalam arti
kandungan kimia dan fisika harus layak, bebas dari pencemaran dan tersedia
sepanjang waktu.
2. Fasilitas Produksi dan Peralatan
Langkah awal yang paling penting pada usaha budidaya
pembesaran ikan nila adalah mempersiapkan kolam yang akan digunakan sebagai
sarana budidaya. Sebelum benih ditebarkan, kolam harus dikeringkan selama
beberapa hari. Selama pengeringan tanah perlu dibolak-balik agar gas-gas
beracun seperti H2S dan NH3 dapat menguap. Disamping itu perlu ada perbaikan
pematang, saluran air, pintu pemasukan dan pengeluaran. Hal ini dilakukan untuk
mencegah kebocoran yang menyebabkan hama masuk ke dalam kolam.
Langkah selanjutnya adalah melakukan pengapuran dengan
maksud untuk memberantas hama dan penyakit. Untuk menumbuhkan plankton,
selanjutnya kolam perlu dipupuk dengan pupuk organik dan anorganik. Pupuk
organik yang biasa di gunakan adalah dari kotoran ternak seperti kotoran sapi,
kambing, kerbau ataupun ayam, sedangkan pupuk anorganiknya adalah Urea dan TSP .
Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian,
pembudidaya ikan nila di wilayah tersebut, tidak melakukan kegiatan persiapan
kolam sebelum benih ditebarkan. Artinya, setelah panen selesai dilakukan, benih
ikan kemudian langsung ditebarkan (masa pemeliharaan di kolam pembesaran selama
4 bulan). Pertimbangannya adalah dengan debit air yang cukup besar dan mengalir
sepanjang tahun, maka sisa kotoran hasil metabolisme dan sisa pakan akan keluar
sehingga kualitas air tetap terjaga. Dengan demikian mereka menganggap tidak
perlu melakukan pengeringan kolam. Terlebih karena sumber air yang digunakan
pembudidaya setempat berasal dari mata air (umbul) yang mengalir sepanjang
tahun. Air umbul merupakan sumber air bebas pathogen, terutama bila jarak
antara sumber air dengan unit budidaya tidak terlalu jauh dan bebas dari
kontaminasi.
Meskipun
ada sisi baiknya, namun sumber air tersebut miskin plakton, sementara kandungan
nitrogen, besi, dan logam beratnya tinggi. Hal ini dapat menyebabkan
pertumbuhan ikan yang dibudidayakan terganggu dan menimbulkan penyakit non infeksi.
Untuk
mendukung operasional maka diperlukan beberapa peralatan seperti: jala, anco,
drum, ember, timbangan, tabung oksigen, serok, jaring dan cangkul. Pada kolam
intensif mestinya harus dilengkapi dengan peralatan untuk mengukur kualitas air
seperti: DO meter, pH meter, Thermometer dan Spektrophotometer kalau
memungkinkan. Alat yang terakhir ini sangat diperlukan mengingat pada kolam
intensif dihasilkan sisa buangan yang banyak dan memungkinkan tercemarnya kolam
tersebut ( NH3 dan H2S).
Teknik Operasional
Usaha pembesaran nila di Kecamatan Karanganom dan
Polanharjo, Kabupaten Klaten dilakukan dengan cara sederhana. Karena sumber
airnya bersih dan mengalir lancar, maka petani nila di Kabupaten Klaten tidak
melakukan usaha persiapan kolam seperti pengeringan kolam, penjemuran dan
pembersihan kolam dari rumput dan kotoran. Juga tidak dilakukan usaha
pengapuran dan pemupukan kolam. Yang dilakukan pembudidaya adalah mengecek
saluran air dan saringan yang dipasang pada pintu pemasukan dan pengeluaran,
untuk memperlancar aliran.
1. Penebaran Benih dan Pengaturan Kepadatan
Benih ikan yang ditebarkan harus mempunyai kualitas yang
baik dan seragam ukurannya. Benih ditebar pada pagi/sore hari saat suhu udara
masih rendah. Hal ini dimaksudkan supaya benih ikan tidak mengalami stres.
Kepadatan atau kerapatan ikan yang dibudidayakan harus
disesuaikan dengan standar atau tingkatan budidaya. Peningkatan kepadatan akan
menyebabkan daya dukung kehidupan ikan per individu menurun. Kepadatan yang
terlalu tinggi (overstocking) akan meningkatkan kompetisi pakan,
ikan mudah stress dan akhirnya akan menurunkan kecepatan pertumbuhan. Kepadatan
ikan yang dibudidayakan di karamba jaring apung (KJA) sebanyak 3-5 kg/m2,
di keramba 5 kg/m2, sedangkan di kolam air deras antara 10-15 kg/m2.
Pembudidaya setempat menggunakan kepadatan 1 ton benih
(sekitar 20.000 ekor) untuk kolam seluas 100 m2. Benih yang ditebar
ukurannya 5-7 cm dan diambil dari daerah setempat. Padat penebaran sebesar itu
dianggap sudah tinggi dan dapat dikategorikan dalam tipe usaha pembesaran yang
intensif.
2. Pemberian Pakan
Ikan nila termasuk dalam golongan ikan omnivora
atau pemakan segala. Jenis, ukuran dan jumlah pakan yang diberikan tergantung
dari ukuran ikan nila yang dipelihara. Ada dua jenis pakan ikan nila, yaitu pakan alami dan pakan buatan.
Disamping itu dapat pula diberikan pakan alternatif.
Pakan alami ikan nila adalah jasad - jasad renik, kutu
air, cacing, jentik-jentik serangga dan sebagainya. Pakan alternatif yang biasa
diberikan adalah sisa - sisa dapur rumah tangga.
Yang perlu dicermati dalam pemberian pakan alternatif ini
adalah bahwa pakan tersebut merupakan reservoir parasit/mikro
organisme, sehingga pemanfaatan makanan tersebut akan melengkapi siklus hidup
beberapa parasit ikan. Oleh karena itu pemberian pakan alternatif, terutama
yang sudah jelek kualitasnya (busuk) sejauh mungkin dihindari.
Kebersihan pakan, cara pemberian dan penyimpanannya perlu
diperhatikan benar agar transmisi parasit dan penyakit tidak terjadi pada hewan
budidaya. Dengan melihat kekurangan yang ada pada pakan alternatif/tambahan,
maka seyogyanya ikan nila diberikan pakan buatan yang memenuhi persyaratan baik
nutrisinya maupun jumlahnya. Walaupun banyak nilai kebaikan dari pakan buatan,
tapi harus diperhatikan pula dari segi finansialnya, karena hampir 50% dari
biaya produksi merupakan biaya pakan.
Pakan ikan yang digunakan oleh pembudidaya di daerah
survei adalah pakan buatan (pelet). Pakan ini diberikan dengan cara ditebarkan
secara merata dengan tujuan adar setiap individu ikan akan mendapatkannya,
sehingga tidak terjadi persaingan. Dosis yang dipergunakan adalah 3-5% dari
bobot tubuhnya setiap hari. Pakan diberikan 2-3 kali sehari. Banyaknya pelet
yang diberikan untuk 1 ton benih ikan selama 4 bulan masa pemeliharaan sebanyak
170 zak, dengan berat 30 kg per zak nya. Rincian pemberian pakan ikan dapat
dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1. Rincian
Pemberian Pakan pada Ikan
Bulan
|
Volume (zak)
|
Pertama
|
25
|
Kedua
|
60
|
Ketiga
|
60
|
Keempat
|
25
|
Sumber : Data primer, 2007
3.
Pemanenan
Panen
ikan nila dilakukan secara total, yaitu dengan cara mengeringkan kolam hingga
ketinggian air tinggal 10 cm. Petak pemanenan atau petak penangkapan dibuat
seluas 1 m2 di depan pintu pengeluaran. Dengan demikian ikan yang
sudah terkumpul akan mudah ditangkap. Pemanenan dilakukan pada pagi hari saat
cuaca belum panas dengan menggunakan waring yang halus. Pemanenan dilakukan
dengan hati-hati dan waktu yang secepatnya, hal ini untuk menghindari luka pada
ikan.
Kendala Produksi
Kendala yang sering dihadapi oleh pembudidaya ikan nila
adalah serangan hama dan penyakit. Kerugian akibat hama biasanya tidak sebesar
serangan penyakit. Meskipun demikian kedua-duanya harus mendapat perhatian
penuh, sehingga usaha budidaya dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan.
Pencegahan merupakan tindakan yang paling efektif
dibandingkan dengan pengobatan. Dengan padat penebaran yang demikian tinggi
pada pembudidaya yang intensif, maka serangan penyakit dapat terjadi
sewaktu-waktu, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan tinggal menunggu waktu.
Monitoring yang ketat dan konsisten merupakan langkah
yang harus dikerjakan dalam usaha budidaya yang modern. Monitoring tidak hanya
dilakukan pada ikan yang dibudidayakan saja, tetapi juga terhadap kondisi
airnya.
Kalau diperhatikan dengan cermat, sebelum ikan terkena
penyakit maka akan menunjukkan gejala-gejala terlebih dahulu, diantaranya nafsu
makan yang berkurang, gerakan menjadi lambat, pengeluaran lendir yang
berlebihan dan pada stadium selanjutnya akan terlihat perubahan warna, bahkan
mulai ada luka pada tubuhnya. Semua gejala tersebut dapat dilihat secara
visual. Gejala ini sebenarnya tidak hanya tampak pada ikannya saja, tapi juga
kondisi airnya. Air kolam tampak lebih kental atau pekat, akibat pengeluaran
lendir yang berlebihan.
Apabila melihat gejala ini, maka harus segera dilakukan
langkah pengobatan sebelum penyakitnya menjadi lebih parah. Pengobatan yang
lebih dini akan mengurangi jumlah ikan yang mati, bahkan akan menyelamatkan
ikan yang kita budidayakan.
1. Hama
Hama adalah organisme pengganggu yang dapat memangsa, membunuh
dan mempengaruhi produktifitas, baik secara langsung ataupun bertahap. Hama ini
bisa berasal dari aliran air masuk, udara maupun darat.
Ada 2 (dua) cara yang biasanya digunakan untuk mencegah
hama:
1.
Dengan melakukan
pengeringan dan pemupukan kolam.
2. Dengan
memasang saringan pada pintu pemasukan air (inlet).
2. Penyakit
Penyakit dapat disebabkan karena adanya gangguan dari
jasad hidup atau sering disebut dengan penyakit parasiter dan yang disebabkan
oleh faktor fisik dan kimia perairan atau non parasiter. Jasad hidup penyebab
penyakit tersebut diantaranya adalah virus, jamur, bakteri, protozoa,
nematoda dan jenis udang renik.
Penyebaran penyakit dari satu ikan ke ikan lainnya dapat
melalui:
1.
Aliran air yang
masuk ke kolam.
2.
Media tempat ikan tersebut hidup
3.
Kontak langsung antara ikan yang sakit
dan ikan yang sehat.
4.
Kontak tidak langsung yaitu melalui
peralatan yang terkontaminasi (selang air, gayung, ember dsb).
5.
Agent
atau carrier perantara atau pembawa).
Beberapa
tindakan untuk mengatasi serangan penyakit dapat dilakukan dengan berbagai
cara, antara lain:
1. Penambahan bahan kimia ke air. Cara ini dilakukan dengan
merendam ikan yang sakit ke dalam air yang telah diberi larutan senyawa kimia. Setelah
direndam beberapa saat kemudian ikan dikembalikan ke kolam. Selain itu dapat
juga dengan menambahkan larutan senyawa kimia ke dalam air kolam secara
langsung.
2.
Penambahan bahan
kimia ke dalam pakan. Prinsip pengobatan dengan cara ini adalah dengan mencampurkan
obat ke dalam pakan. Tujuannya adalah
selain untuk membunuh organisme penyebab penyakit juga untuk meningkatkan daya
tahan tubuh.
3. Aplikasi obat langsung ke ikan. Pengobatan ini dapat
dilakukan melalui penyuntikan. Tindakan pengobatan melalui penyuntikan
ini hanya efektif jika ikan yang terserang penyakit jumlahnya sedikit.
Bakteri,
jamur dan parasit merupakan sumber utama penyakit pada ikan nila, walaupun
demikian masih ada penyakit lain yang belum diketahui penyebabnya. Berikut ini
disajikan tabel yang memuat gejala klinis, diagnosa dan pengobatannya.
Tabel 4.2 Gejala Klinis dan Pengobatan
pada Ikan Nila yang Terkena penyakit
Gejala
klinis
|
Diagnosa
|
Pengobatan
|
Ichthyopthirius
|
Methylene
Blue (MB), NaCl, PK
|
|
Pertumbuhan lambat, badan kurus
|
Lernea
|
Formalin
|
Pemilihan Pola Usaha
Usaha
budidaya pembesaran ikan nila sangat potensial untuk dikembangkan mengingat
peluang pasar saat ini masih besar, baik di pasar domestik maupun pasar
internasional. Disamping itu budidaya pembesaran ikan nila ini tidak
membutuhkan tingkat teknologi tinggi dan peralatan yang relatif mahal. Benih
ikan nila dibeli pembudidaya dari Balai Benih Ikan (BBI) Sentral Janti atau
Unit Pembenihan Rakyat di Jeblok dan Sleman.
Hamparan
lahan budidaya yang diusahakan oleh petani berbeda-beda antara pembudidaya satu
dengan lainnya. Salah satu pembudidaya ikan nila mengusahakan 100 m2 kolam
pembesaran.
Asumsi
Kajian
keuangan akan memberikan gambaran keuangan yang mencakup pembahasan informasi
basis (asumsi), investasi, arus kas dan kemampuan memenuhi kewajiban keuangan
serta prospek keuangan. Untuk itu dilakukan sajian data investasi, operasional,
perhitungan laba-rugi, pola arus kas dan pelunasan hutang serta analisis
kelayakan usaha dengan alat Net Present Value (NPV), Internal
Rate of Return (IRR), dan Net Benefit Cost Ratio (Net
BCR).
Dasar
perhitungan yang akan dilakukan menggunakan asumsi dengan pendekatan satuan
luas budidaya. Satuan luas yang diambil sebagai dasar perhitungan yaitu satuan
luas kolam minimum 100 m2 (ukuran 10 m x 10 m) dalam luas lahan 110
m2. Periode proyek diasumsikan selama 3 (tiga) tahun. Asumsi teknis
dan parameter dapat ditampilkan pada Tabel 5.1.
Selain
menggunakan tenaga sendiri, pembudidaya ikan nila juga menggunakan tenaga kerja
untuk membantu dalam usahanya. Sebagai contoh, misalnya upah tenaga kerja
disesuaikan dengan standard hidup di Kabupaten Klaten dan Upah Minimum
Kabupaten (UMK) di sana .
UMK Kabupaten Klaten tahun 2006 sebesar
Rp 480.250,- per bulan dengan rata- rata kenaikan Rp55.000,- (tahun 2007).
Sedangkan Kebutuhan Hidup Minimum di Kabupaten Klaten pada tahun 2006 sebesar
Rp 566.764,- per bulan (Jawa Tengah Dalam Angka, 2006).
Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional
1. Komponen Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya tetap yang dikeluarkan pada
saat memulai suatu usaha. Biaya investasi utama dalam usaha budidaya ikan dapat
dikelompokkan menjadi:
1.
Investasi aktiva
tetap berupa pembuatan tanggul kolam dan saung untuk menunggu kolam.
2.
Investasi
peralatan berupa ember, jaring dan timbangan.
Secara rinci perhitungan biaya investasi disajikan pada Tabel
5.2
Budidaya pembesaran ikan nila dengan luas kolam 100 m2
memerlukan biaya investasi pada tahun ke 0 sebesar Rp 28.520.000,-. Masing-masing komponen biaya investasi disusut berdasarkan
umur ekonomisnya dengan menggunakan metode garis lurus (straight
line method). Merujuk pada rata-rata umur ekonomis tersebut maka
diasumsikan jangka waktu proyek adalah 3 tahun.
2. Komponen Biaya Operasional
Biaya operasional untuk budidaya pembesaran ikan nila
meliputi pembelian benih ikan nila, pakan, biaya sewa mobil, drum dan tabung
okesigen untuk mengangkut benih dari penjual benih ikan ke kolam pembudidaya,
tenaga kerja (gaji pengelola dan upah tenaga kerja), isi tabung oksigen, dan
biaya listrik serta biaya pemeliharaan. Pada Tabel 5.3 disajikan rincin biaya
operasional (data terolah).
Usaha budidaya pembesaran ikan nila, setiap satu periode
budidaya (4 bulan) dibutuhkan biaya operasional sebesar Rp 45.120.000,-. Jadi
untuk budidaya pembesaran ikan nila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun dibutuhkan
biaya operasional sebesar Rp 135.360.000,- (untuk 3 kali periode budidaya).
Dari jumlah ini, sebesar 82,78% nya adalah biaya untuk pembelian pakan dan
benih.
Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja
Kebutuhan dana untuk budidaya pembesaran ikan nila
meliputi biaya investasi dan biaya operasional. Pada umumnya pembudidaya
memerlukan pinjaman (kredit) di awal usaha untuk menutup biaya investasi dan
biaya operasionalnya. Dana yang dibutuhkan untuk investasi dan modal kerja awal
sebesar Rp28.520.000,- + Rp45.120.000,- = Rp73.640.000,-.
Dari total kebutuhan dana awal di atas, sebagian akan
dipenuhi sendiri oleh pembudidaya dan sebagian lagi akan dipenuhi dari pinjaman
(kredit) perbankan. Kebutuhan untuk membiayai investasi akan dipenuhi dari
kredit investasi yang mempunyai jangka waktu pengembalian 2 tahun. Sedangkan
kebutuhan untuk membiayai modal kerja akan dipenuhi dari kredit modal kerja
yang mempunyai jangka waktu pengembalian 1 tahun. Besarnya dana untuk
masing-masing sumber pembiayaan dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Kebutuhan
dan Sumber Dana Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Nila
No
|
Rincian Biaya proyek
|
Jumlah
|
1
|
Sumber dana Investasi
|
|
a. Kredit
|
20.000.000
|
|
b. Dana sendiri
|
8.520.000
|
|
Jumlah dana investasi
|
28.520.000
|
|
2
|
Sumber dana modal kerja
|
|
a. Kredit
|
30.000.000
|
|
b. Dana sendiri
|
15.120.000
|
|
Jumlah dana modal kerja
|
45.120.000
|
|
3
|
Sumber Total dana
|
|
a. Kredit�
|
50.000.000
|
|
b. Dana sendiri�
|
23.640.000
|
|
Jumlah dana
|
73.640.000
|
Sumber: Hasil simulasi BI
Proyeksi Produksi dan Pendapatan
Perhitungan hasil diperoleh dari penjualan ikan nila siap
konsumsi. Diasumsikan ikan nila konsumsi mempunyai berat rata-rata 400gram.
Merujuk pada jumlah bibit yang ditebar, tingkat kematian/mortalitas serta harga
jual per kg maka diperoleh pendapatan sebesar Rp.62.080.000 setiap periode atau
Rp.186.240.000,- per tahun. Tabel 5.6,
ditampilkan produksi dan pendapatan yang diperoleh dari budidaya pembesaran
ikan nila. Rinciaan perhitunganya dapat dilihat pada
Budidaya
pembesaran ikan nila dilakukan selama 4 bulan untuk satu periode budidaya.
Untuk kolam seluas 100 m2 dapat ditebar 1.000 kg benih ikan atau +20.000
ekor ikan dengan ukuran 5-7 cm. Dalam satu periode budidaya diperoleh hasil
panen seberat 6.400 kg ikan nila. Rata-rata harga jual per kg sebesar
Rp9.700,-.
Proyeksi Rugi Laba dan BEP
Dengan
menggunakan data dan asumsi yang ada, maka dapat diperhitungkan proyeksi
laba-rugi usaha budidaya ikan nila dengan menggunakan standar luasan kolam 100
m2. Proyeksi laba-rugi
usaha budidaya pembesaran ikan nila dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Tabel di atas menunjukkan bahwa pada tahun pertama
budidaya pembesaran ikan nila telah mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp
38.323.500,-dengan profit margin sebesar 20,58%. Untuk tahun kedua
dan ketiga besarnya laba yang diterima akan lebih besar karena beban kredit
yang semakin menurun seiring dengan pelunasan pinjamannya.
Sedangkan
untuk Break Even Point (BEP) rata-rata penjualan
adalah Rp.76.464.460,- dan BEP rata-rata produksi adalah 3.983 kg.
Tabel 8. Proyeksi Rugi/Laba Usaha Budidaya Pembesaran
Ikan Nila
No
|
Uraian
|
1
|
2
|
3
|
rata-rata
|
1
|
Pendapatan
|
186.240.000
|
186.240.000
|
186.240.000
|
186.240.000
|
2
|
Biaya Operasional
|
135.360.000
|
135.360.000
|
135.360.000
|
135.360.000
|
3
|
Laba Kotor
|
50.880.000
|
50.880.000
|
50.880.000
|
50.880.000
|
Bunga Kredit
|
4.791.667
|
541.667
|
-
|
-
|
|
4
|
Laba Sebelum Pajak
|
46.088.333
|
50.338.333
|
50.880.000
|
49.102.222
|
Biaya Penyusutan
|
3.506.667
|
3.506.667
|
3.506.667
|
3.506.667
|
|
5
|
Laba Kena Pajak
|
42.581.667
|
46.831.667
|
47.373.333
|
45.595.556
|
Pajak
|
4.258.167
|
4.683.167
|
4.737.333
|
4.559.556
|
|
6
|
Laba Bersih
|
38.323.500
|
42.148.500
|
42.636.000
|
41.036.000
|
7
|
Profit margin (%)
|
0.58
|
22.63
|
22.89
|
22.03
|
Share
|
Nilai laba kena pajak
|
||
0.10
|
50000000
|
50000000
|
50000000
|
0.15
|
50000000
|
50000000
|
50000000
|
0.30
|
-57.418.333
|
-53.168.333
|
-52.626.667
|
Pajak
|
-4.725.500
|
-3.450.500
|
-3.288.000
|
Share
|
nilai laba kena pajak
|
||
0.10
|
50000000
|
50000000
|
50000000
|
0.15
|
-7.418.333
|
-3.168.333
|
-2.626.667
|
Pajak
|
3.887.250
|
4.524.750
|
4.606.000
|
Share
|
nilai laba kena pajak
|
||
0.10
|
42.581.667
|
46.831.667
|
47.373.333
|
Pajak
|
4.258.167
|
4.683.167
|
4.737.333
|
Tabel 9. Perhitungan BEP Usaha Budidaya Pembesaran Ikan
Nila
No
|
Uraian
|
T A H U N
|
||
1
|
2
|
3
|
||
1
|
Hasil Penjualan
Produk
|
186.240.000
|
186.240.000
|
186.240.000
|
2
|
Biaya Variabel
|
|||
a
|
Benih
|
33.000.000
|
33.000.000
|
33.000.000
|
b
|
Pakan
|
79.050.000
|
79.050.000.79.050.000
|
|
c
|
Pajak
|
4.258.167
|
4.683.167
|
4.737.333
|
Total Biaya Variabel
|
116.308.167
|
116.733.167
|
116.787.333
|
|
3
|
Biaya Tetap
|
|||
a
|
Tenaga kerja
|
21.600.000
|
21.600.000
|
21.600.000
|
b
|
Produksi
|
1.710.000
|
1.710.000
|
1.710.000
|
c
|
Biaya Penyusutan
|
3.506.667
|
3.506.667
|
3.506.667
|
d
|
Bunga Kredit
|
4.791.667
|
541.667
|
|
Total Biaya Tetap
|
31.608.333
|
27.358.333
|
26.816.667
|
|
BEP Nilai Penjualan
(Rp)
|
84.178.202
|
73.305.253
|
71.909.924
|
|
BEP Produksi (kg)
|
4.384
|
3.818
|
3.745
|
BEP Rata-rata
|
||
1
|
Nilai penjualan
(Rp)
|
76.464.460
|
2
|
Jumlah
Penjualan/produksi (kg)
|
3.983
|
Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek
Untuk aliran kas (cash flow) dalam
perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu arus masuk (cash
inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk
diperoleh dari penjualan ikan nila hasil pembesaran (siap konsumsi) selama satu
tahun, dimana asumsi kapasitas usaha berpengaruh pada besarnya volume produksi
yang akan menentukan nilai total penjualan, sehingga arus masuk menjadi
optimal. Untuk arus keluar meliputi biaya investasi, biaya modal kerja, biaya
operasional termasuk angsuran pokok, angsuran bunga.dan pajak penghasilan.
Untuk penghitungan kelayakan rencana investasi dapat
menggunakan beberapa metode, antara lain: penilaian B/C ratio, Net B/C ratio, Net
Present Value (NPV), Internal Rate of Return
(IRR) dan Pay Back Period (PBP). Sebuah usaha berdasarkan
kriteria investasi di atas dikatakan layak jika B/C ratio atau Net B/C ratio
> 1, NPV > 0 dan IRR > discount ratenya.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa usaha budidaya
pembesaran ikan nila ini menguntungkan karena pada discount factor 20%
per tahun net B/C ratio sebesar 1,40 (> 1) dan NPV sebesar Rp.29.782.631,-
(> 0). Sedangkan nilai IRR 43,80% (> discount rate) maka berarti
proyek ini masih layak dilakukan sampai pada tingkat suku bunga sebesar 43,80%
per tahun.
Jangka waktu pengembalian seluruh biaya investasi/PBP
(usaha) adalah +2 tahun (2,08 tahun=empat musim budidaya). Dengan demikian
usaha ini layak dilaksanakan karena jangka waktu pengembalian investasi lebih
kecil dari periode proyek yaitu 3 tahun. Berdasarkan perhitungan di atas maka
dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya pembesaran ikan nila Layak
dan Menguntungkan.
Tabel 5.8. Kelayakan
Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Nila
IRR |
43.80%
|
PBP
(usaha) - tahun
|
2.08
(empat musim)
|
PBP (kredit)
|
1.35
|
DF
|
20%
|
PV Benefit
|
398,098,148
|
PV Cost
|
368,315,517
|
B/C
Ratio
|
1.08
|
NPV
|
29,782,631
|
NetB/C Ratio
|
|
Cash Flow (+)
|
103,388,681
|
Cash Flow (-)
|
(73,640,000)
|
Net
B/C ratio
|
1.40
|
Sumber:
Hasil simulasi BI
Analisis
Sensitivitas
Analisis
kelayakan investasi dan keuangan di atas didasarkan pada kondisi normal sesuai
dengan asumsi berlaku, yang menunjukkan bahwa usaha budidaya ikan nila ini layak
secara finansial. Selain itu juga
akan dilihat analisis sensitivitas dari usaha budidaya ini didasarkan pada
skenario perubahan variabel pendapatan dan biaya, sebagai berikut :
1.
Skenario 1: Apabila terjadi penurunan pendapatan, sedang-kan biaya
operasional dan komponen lainnya tetap/konstan. Penurunan pendapatan ini dapat terjadi bila hasil
produksi turun misalnya karena adanya serangan hama dan penyakit atau harga
jual ikan turun.
2.
Skenario 2: Apabila terjadi kenaikan biaya operasional sedangkan
pendapatan dan komponen lainnya tetap/konstan. Kenaikan biaya operasional dapat
berupa kenaikan harga benih, pakan dan komponen biaya operasional lainnya.
3.
Skenario 3 : Apabila terjadi penurunan pendapatan dan juga kenaikan
biaya operasional secara bersama-sama.
Pada skenario I, dengan penurunan pendapatan usaha
sebesar 7%, usaha budidaya pembesaran ikan nila ini masih layak dilaksanakan.
Hal ini berdasarkan hasil perhitungan sejumlah kriteria kelayakan investasi
(pada discount rate 20%) yaitu: net B/C sebesar 1,03
(> 1), NPV sebesar Rp.2.320.853,- (> 0), nilai IRR 21,92% (> discount
rate), PBP (usaha) adalah lima musim (< 3 tahun periode proyek).
Saat pendapatan usaha turun sebesar 8%, usaha budidaya
pembesaran ikan nila, sudah tidak layak dilaksanakan. Hal ini berdasarkan hasil
perhitungan sejumlah kriteria kelayakan investasi (pada discount
rate 18%) antara lain: NPV negatif (Rp1.602.258,-), nilai IRR
18,67% (< discount rate), PBP (usaha) lebih lama dari umur
proyek (> 3 tahun) dan net B/C sebesar 0,98 (< 1).
Tabel 5.9. Analisis Sensitivitas Usaha Skenario 1
a. Pendapatan turun = 7%
a. Pendapatan turun = 7%
IRR |
21.92%
|
PBP (usaha) -
tahun
|
|
PBP (kredit)
|
1.96
|
DF
|
20%
|
PV Benefit
|
370,636,370
|
PV Cost
|
368,315,517
|
B/C Ratio
|
1.01
|
NPV
|
2,320,853
|
NetB/C Ratio
|
|
Cash Flow (+)
|
75,926,903
|
Cash Flow (-)
|
73,640,000)
|
Net B/C ratio
|
1.03
|
Sumber:
Hasil simulasi BI
b. Pendapatan turun = 8%
IRR |
18.67%
|
PBP
(usaha) - tahun
|
>3
|
PBP
(kredit)
|
2.08
|
DF
|
20%
|
PV
Benefit
|
366,713,259
|
PV
Cost
|
368,315,517
|
B/C
Ratio
|
1.00
|
NPV
|
(1,602,258)
|
NetB/C
Ratio
|
|
Cash
Flow (+)
|
72,003,792
|
Cash
Flow (-)
|
(73,640,000)
|
Net
B/C ratio
|
0.98
|
Sumber:
Hasil simulasi BI
Pada
skenario II, dengan kenaikan biaya operasional sebesar 10%, usaha budidaya ikan
nila ini masih layak dilaksanakan. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan
sejumlah kriteria kelayakan investasi (pada discount rate 18%) antara
lain: net B/C sebesar 1,02 (> 1), NPV sebesar Rp. 1.269.298,- (> 0),
nilai IRR 21,05% (> discount rate), PBP (usaha)
adalah lima
musim (< 3 tahun periode proyek).
Ketika
kenaikan biaya operasional mencapai 11% maka usaha ini sudah tidak layak
dilaksanakan. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan sejumlah kriteria kelayakan
investasi (pada discount rate 20%) sebagai berikut: net B/C
sebesar 0,98 (< 1), NPV negatif (Rp.1.582.035), dan nilai IRR 18,68% (< discount
rate). Selain itu PBP (usaha) lebih besar dari periode proyek yaitu
3 tahun.
Tabel 5.10. Analisis Sensitivitas Usaha
Skenario 2
a. Biaya operasional naik = 10%
a. Biaya operasional naik = 10%
IRR |
21.05%
|
PBP (usaha) -
tahun
|
|
PBP (kredit)
|
1.99
|
DF
|
20%
|
PV Benefit
|
398,098,148
|
PV Cost
|
396,828,850
|
B/C Ratio
|
1.00
|
NPV
|
1,269,298
|
NetB/C Ratio
|
|
Cash Flow (+)
|
74,875,347
|
Cash Flow (-)
|
(73,640,000)
|
Net B/C ratio
|
1.02
|
Sumber:
Hasil simulasi BI
b. Biaya operasional naik = 11%
IRR |
18.68%
|
PBP (usaha) - tahun
|
>3
|
PBP (kredit)
|
2.08
|
DF
|
20%
|
PV Benefit
|
398,098,148
|
PV Cost
|
399,680,184
|
B/C Ratio
|
1.00
|
NPV
|
(1,582,035)
|
NetB/C Ratio
|
|
Cash Flow (+)
|
72,024,014
|
Cash Flow (-)
|
(73,640,000)
|
Net B/C ratio
|
0.98
|
Sumber:
Hasil simulasi BI
Sedangkan
skenario III, pada saat terjadi penurunan pendapatan sekaligus kenaikan biaya
operasional masing-masing sebesar 4%, usaha budidaya pembesaran ikan nila ini
masih layak dilaksanakan. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan sejumlah
kriteria kelayakan investasi (pada discount rate 20%) sebagai
berikut: net B/C sebesar 1,04 (> 1), NPV sebesar Rp. 2.684.853,- (> 0),
nilai IRR 22,22% (> discount rate),
PBP (usaha) adalah lima
musim (<3 tahun periode proyek).
Tabel 5.11. Analisis Sensitivitas Usaha
Skenario 3
Pendapatan turun = 4% dan Biaya operasional naik = 4%
Pendapatan turun = 4% dan Biaya operasional naik = 4%
IRR |
22.22%
|
PBP (usaha) - tahun
|
|
PBP
(kredit)
|
1.94
|
DF
|
20%
|
PV
Benefit
|
382,405,704
|
PV
Cost
|
379,720,850
|
B/C Ratio
|
1.01
|
NPV
|
2,684,853
|
NetB/C
Ratio
|
|
Cash
Flow (+)
|
76,290,903
|
Cash
Flow (-)
|
(73,640,000)
|
Net B/C ratio
|
1.04
|
Sumber:
Hasil simulasi BI
Hasil
analisis sensitivitas di atas menunjukkan bahwa proyek ini lebih sensitif
terhadap penurunan pendapatan dibandingkan kenaikan biaya operasional. Dengan
memperhatikan kriteria jangka waktu pengembalian investasi (pay
back period usaha), proyek ini sensitif pada penurunan pendapatan
sebesar 7%, artinya jika penurunan pendapatan lebih besar dari 7% tiap tahunnya
proyek ini menjadi tidak layak/merugi. Sedangkan jika dilihat dari perubahan
biaya operasional, proyek ini sensitif pada kenaikan biaya operasional sebesar
10% dengan asumsi biaya investasi dan pendapatan tetap. Artinya jika kenaikan
biaya operasional lebih besar dari 10% tiap tahun, proyek ini menjadi tidak
layak/merugi. Analisis sensitivitas gabungan menunjukkan bahwa proyek ini
sensitif pada kondisi terjadi penurunan pendapatan sekaligus kenaikan biaya
operasional masing-masing sebesar 4%.
ASPEK
SOSIAL EKONOMI
1.
Aspek Ekonomi
Usaha
budidaya ikan nila memberikan manfaat secara ekonomis bagi masyarakat setempat,
antara lain berupa :
1. Penyediaan
lapangan kerja, bukan hanya bagi petani ikan, tetapi juga pihak-pihak
lain yang terkait dengan usaha budidaya ini, seperti pedagang ikan, buruh,
usaha pengangkutan dan lain-lain.
2. Sumber
pendapatan keluarga bagi pembudidaya dan pihak-pihak lain yang terkait dengan
usaha budidaya ini.
3. Meningkatkan
Produk Domestik Bruto (PDRB) Pemerintah Daerah setempat baik melalui
peningkatan volume produksi dan atau perluasan pasar.
4. Sumber
penerimaan devisa negara melalui penjualan ikan nila baik dalam bentuk
utuh beku, fillet segar, atau fillet
beku ke pasar luar negeri (ekspor).
5. Usaha
ini juga memiliki kaitan ke hulu (backward linkage) yaitu
pada usaha pembuatan pakan ikan, pupuk buatan serta budidaya pembenihan ikan
nila. Disamping itu juga memiliki kaitan ke hilir (forward linkage)
seperti pada usaha perdagangan ikan, jasa pengangkutan, rumah makan, jasa
rekreasi peman-cingan, pengolahan fillet ikan, dan
sebagainya.
2.
Aspek Sosial
Dengan
tersedianya sumber protein yang harganya terjangkau oleh sebagian besar
masyarakat, maka secara tidak langsung usaha budidaya ikan nila ini juga
bermanfaat untuk memperbaiki gizi masyarakat. Disamping itu dengan menyediakan
lapangan kerja, budidaya ikan nila ini dapat berfungsi untuk mengurangi tingkat
pengangguran, yang pada akhirnya juga berdampak pada pengurangan kemiskinan dan
kerawanan sosial.
ASPEK
DAMPAK LINGKUNGAN
Pada
saat penggantian air kolam, maka air yang mengalir dari kolam ikan nila tersebut
bercampur dengan kotoran ikan, sisa-sisa makanan dan ikan yang mati, yang
kadang-kadang menimbulkan bau tidak sedap. Air kolam tersebut dapat dianggap
mencemari ataupun mendukung lingkungan tergantung pada lokasi budidaya. Jika lokasi budidaya ikan nila dilakukan di perairan
umum, dapat dianggap menimbulkan pencemaran air dan udara karena kotoran dan
baunya. Namun bila budidaya ikan ini dilakukan di lahan yang bercampur dengan
tanaman atau di sawah, air kolam yang bercampur kotoran ini justru dianggap menyuburkan
tanaman.
a thousand thank to you
ReplyDelete