Breaking News

Analisa Komponen Darah Mencit

Berdasarkan data hasil pengamatan yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa pada mencit yang diberi perlakuan dengan penyondean bayam merah dengan dosis 35 mg/kgBB, memiliki jumlah eritrosit yang lebih tinggi (1.063 x 1010 ) dibandingkan dengan mencit yang diberi perlakuan dengan penyondean bayam yang lain dan dengan dosis yang berbeda. Pada mencit yang diberi perlakuan dengan penyondean bayam merah dengan dosis 40 mg/kgBB, memiliki jumlah leukosit yang lebih tinggi(2.8 x 107) dibandingkan dengan mencit yang diberi perlakuan dengan penyondean bayam yang lain dan dengan dosis yang berbeda. Kadar hemoglobin pada mencit yang diberi perlakuan penyondean dengan bayam merah pada dosis 35 mg/kgBB lebih besar dibandingkan dengan kadar hemoglobin pada mencit yang diberi perlakuan penyondean dengan bayam yang lain. Secara umum, jumlah eritrosit, leukosit dan kadar hemoglobin pada mencit yang diberi perlakuan penyondean dengan bayam merah memiliki jumlah yang lebih tingi jika dibandingkan dengan mencit yang diberi perlakuan penyondean dengan aquades, maupun bayam hijau pada dosis yang sama. Hal ini dikarenakan kadar zat besi pada bayam merah lebih tinggi daripada kadar besi pada bayam hijau.
Zat besi yang diperlukan oleh tubuh adalah di bawah 20 mg/kg, karena pada pengkonsumsian antara 20-60 mg/kg dapat menyebabkan efek yang buruk terhadap tubuh, seperti terganggunya sistem kardiovaskuler, ginjal, syaraf, liver dan prgan penting lainnya (Benjamin, 2005).
Banyak varietas bayam, seperti bayam hijau, bayam berduri, bayam hutan serta bayam merah. Masing-masing mempunyai karakteristik dan manfaat yang berbeda bagi tubuh. Selain penampilannya menarik, bayam merah (Amaranthuus sp) juga kaya akan fitonutrien esensial. Bayam, terutama bayam merah, terkenal mengandung zat besi yang tinggi yang berkhasiat menambah darah. Selain itu, bayam juga mengandung vitamin A, B, C, dan K, kalium serta fosfor. Di setiap 100 g bayam mengandung 45 kkal, protein 3.5 g, lemak 0.5 g, karbohidrat 6.5 g, kalsium 267 mg, fosfor 67 mg, besi 3.9 mg, retinol 1827 mcg, thiamine 0.08 dan asam askorbat 60 mg. Tak kalah pentingnya, bayam mengandung betakaroten, lutein, klorofil, asam folat dan mangan. Sedangkan kandungan zat tersebut relatif lebih sedikit pada bayam hijau (Ari dkk., 2008).
Dari segi lemak, kolesterol dalam bayam nol, artinya bayam aman untuk dikonsumsi sebanyak apapun tanpa ada pengaruh kolesterol. Lemak yang terdapat dalam bayam juga termasuk lemak yang jenisnya baik, yaitu lemak tak jenuh. Vitamin dalam bayam sangat penting, misalnya vitamin A yang bagus untuk mata serta mempertahankan daya tahan tubuh, sehingga orang tak mudah terserang penyakit. Vitamin C dan E untuk antioksidan sehingga bagi yang rajin mengkonsumsi bayam, bisa memiliki kulit yang halus. Selain itu, antioksidan juga mampu mencegah radikal bebas. Kemudian posfor dapat dimanfaatkan untuk pembentukan tulang dan gigi (Cybermed, 2009).
Zat besi merupakan salah satu komponen penyusun hemoglobin. Jika tubuh kekurangan zat besi (defisiensi zat besi), maka akan menghambat pembentukan hemoglobin yang berakibat pada terhambatnya pembentukan sel darah merah. Selanjutnya timbullah anemia akibat kekurangan zat besi yang disebut dengan anemia defisiensi zat besi.Zat besi dalam darah yang membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh sangat dibutuhkan wanita, terutama saat datang bulan dan hamil. Seorang wanita usia 19 - 54 tahun butuh asupan zat besi sekitar 12-16 miligram zat besi, sementara pada wanita hamil wajib mengkonsumsi 10-20 miligram zat besi. Untuk wanita usia di atas 54 tahun sebaiknya mengkonsumsi 5-7 miligram zat besi setiap harinya. Bioavailabilitas zat besi ditentukan oleh efisiensi penyerapan zat besi di dalam usus. Zat besi banyak berperan dalam sistem biologi, transport oksigen, pembentukan ATP, DNA sintetis dan klorofil sintetis. Defisiensi zat besi dapat menyebabkan anemia, gangguan sistem imun, serta dapat meningkatkan resiko kanker dan hepatitis. Zat besi tidak rusak oleh proses pemanasan (kecuali heme iron), radiasi cahaya, oksigen, maupun keasaman. Tetapi, dapat hilang oleh pemisahan secara fisik (misal : milling pada serealia). Terdapat dua macam zat besi berdasarkan proses penyerapannya, yaitu heme iron (zat besi yang terdapat di dalam hemoglobin dan myoglobin) dan non heme iron. Sumber dari heme iron adalah daging-dagingan, heme iron diserap sebagai iron phorpyrin complex yang dipecah oleh enzim heme oxygenase di dalam sel mukosa usus. Senyawa ini akan meninggalkan sel mukosa dalam bentuk kimia yang sama dengan non heme iron. Kandunagn heme di dalam heme iron dapat terdenaturasi oleh proses pemanasan pada suhu tinggi dan waktu yang lama sehingga berpengaruh terhadap bioavailabilitas heme iron. Bioavailabilitas heme iron tidak dipengaruhi oleh komposisi bahan makanan. Sedangkan non heme iron terdapat di dalam daging, serealia, sayur dan buah-buahan. Bioavailabilitas non heme iron dipengaruhi oleh keberadaan senyawa inhibitor (phythate, tannin, dll). Penyerapan non heme iron akan semakin meningkat ketika kebutuhan tubuh akan zat besi juga semakin meningkat. Jika suplai zat besi dari makanan telah habis terserap maka proses penyerapan zat besi akan berhenti (Rusiman, 2008).
Selain Fe bayam juga mengandung asam folat berfungsi untuk memproduksi darah sehingga saat melahirkan persediaan darah dalam tubuh cukup. Tidak hanya itu, kandungan asam oxalat dan asam folat juga membuat sayur bayam dapat membantu mengatasi berbagai macam penyakit. Misalnya mengobati eksem, asma, untuk perawatan kulit muka, kulit kepala dan rambut, menurunkan kadar kolesterol, serta mencegah sakit pada gusi. Selain itu untuk mengobati rasa lesu, letih, dan kurang bergairah sebagai tanda kurang darah atau anemia. Bayam juga sebagai sumber protein, terutama asam amino yang baik untuk pembentukan otak. Lemak yang terdapat dalam bayam adalah lemak tidak jenuh, vitamin dalam bayam sangat penting, misalnya vitamin A yang bagus untuk mata serta mempertahankan daya tahan tubuh sehingga orang tidak mudah terserang penyakit, vitamin C dan E untuk antioksidan sehingga bagi yang rajin mengonsumsi bayam, bisa memiliki kulit yang halus. Selain itu, antioksidan juga mampu mencegah radikal bebas. Kemudian fosfor dapat dimanfaatkan untuk pembentukan tulang dan gigi (Benjamin, 2005). Sel darah merah mengandung hemoglobin yang kaya akan zat besi. Warnanya yang merah cerah disebabkan oleh oksigen yang diserap dari paru-paru. Pada saat darah mengalir ke seluruh tubuh, hemoglobin melepaskan oksigen ke sel dan mengikat karbon dioksida. Sel darah merah yang tua akhirnya akan pecah menjadi partikel-partikel kecil di dalam hati dan limpa. Sebagian besar sel yang tua dihancurkan oleh limpa dan yang lolos dihancurkan oleh hati. Hati menyimpan kandungan zat besi dari hemoglobin yang kemudian diangkut oleh darah ke sumsum tulang untuk membentuk sel darah merah yang baru (Nursingbegin, 2008).
Dalam tubuh manusia terkandung kurang dari 5 gram zat besi, meski hanya sedikit namun zat besi merupakan zat gizi yang penting untuk kelangsungan hidup sel-sel tubuh manusia. Sebagian besar zat besi ditemukan dalam 2 bentuk protein, yaitu hemoglobin (Hb) yang terdapat di dalam darah dan mioglobin yang terdapat di sel-sel otot (Junqueira, 1997).
Zat besi berperan dalam transport dan metabolisme oksigen, fungsi kekebalan tubuh, perkembangan kognitif, pengaturan suhu tubuh, metabolisme energi dan meningkatkan performa kerja seseorang. Terdapat dua bentuk zat besi dalam makanan, yakni besi heme, yang hanya terdapat dalam sumber makanan hewani, seperti daging, unggas dan ikan. Yang lainnya besi non heme yang ditemukan dalam sumber makanan hewani dan nabati atau tumbuh-tumbuhan (Bakta, 2007).
Salah satu bagian yang menyusun sel darah merah adalah hemoglobin. Hemoglobin merupakan suatu struktur protein yang merupakan bagian dari sel darah merah dan yang menyebabkan warna merah pada darah. Hemoglobin bertugas mengikat oksigen dari paru-paru dan membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen semua jaringan tubuh (Wijayakusuma, 2008).
Hemoglobin mengikat oksigen membentuk oksihemoglobin. Oksigen terikat pada ferum di hem. Afinitas hemoglobin dipengaruhi oleh pH, temepratur dan konsentrasi 2,3-difosfogliserat (2,3 DPG) dalam sel darah merah. 2,3 DPG dan ion hidrogen akan bersaingan dengan oksigen untuk berikatan dan mengoksigenasi hemoglobin \, menurunkan afinitas hemoglobin untuk oksigen dengan mengseser posisi4 rantai peptida. Karondioksida bereaksi dengan hemoglobin membentuk karbonmonoksihemoglobin. Afinitas hemoglobin untuk oksigen jauh lebih lemah dibandingkan afinitas untuk karbondioksida, sehingga karbondioksida menggeser oksigen pada hemoglobin  dan kapasitas membaa oksigen pada darah berkurang (Guyton dan Hall, 1988).
Kadar hemoglobin rata-rata pada laki-laki normal 16 g/dL, sedangkan pada wanita 14 g/dL sehingga pada tubuh laki-laki seberat 70kg, terdapat kira-kira 900g hemoglobin. Setiap jam 0,3 g dari hemoglobin tersebut akan dihancurkan dan 0,3 g hemoglobin disintesis. Bagian hem dari hemoglobin akan disintesis menjadi glisin dan suksinil KoA (Ganong, 1983). 
Dalam pembentukan hemoglobin diperlukan zat besi. Zat besi merupakan salah satu komponen penyusun hemoglobin. Jika tubuh kekurangan zat besi (defisiensi zat besi), maka akan menghambat pembentukan hemoglobin yang berakibat pada terhambatnya pembentukan sel darah merah (Wijayakusuma, 2008):. Zat besi digunakan untuk sintesis bagian hem pada hemoglobin dan mioglobin (Montgomery, 1993).
Fungsi utama zat besi bagi tubuh adalah membawa (sebagai carrier), oksigen dan karbondioksida, serta untuk pembentukan darah (haemoglobin). Fungsi lainnya antara lain sebagai bagian dari enzim, untuk produksi antibodi, dan untuk penghilangan (detoksifikasi) zat racun di dalam hati. Berikut ini penjelasan lebih lanjut dari fungsi –fungsi tersebut (Ari dkk., 2008):
a. Pengangkutan (carrier) O2 dan CO2
Zat besi yang terdapat dalam haemoglobin (pigmen darah merah) dan mioglobin (pigmen daging) berfungsi untuk mengankut O2 dan CO2, sehingga secara tidak langsung zat besi sangat esensial untuk metabolisme energi.
b. Pembentukan Sel Darah Merah
Hemoglobin(Hb) merupakan komponen esensial sel-sel darah merah (eritrosit). Eritrosit dibentuk dalam sumsum tulang. Bila jumlah sel darah merah berkurang, hormone eritpoietin yang diproduksi oleh ginjal, akan menstimulir pembentukan sel darah merah. Karena sel darah merah tidak mengandung inti sel (nucleus), maka sel tersebut tidak dapat mensitesis enzim untuk kelangsungan hidupnya. Kehidupan sel darah merah hanya sepanjang masih terdapatnya enzim yang masih berfungsi (untuk membawa O2 dan CO2), dan biasanya hanya sekitar 4 bulan. Kecepatan penghancuran sel darah merah akan meningkat bila tubuh kekurangan vitamin C, vitamin E atau vitamin B12 (yang membantu pembentukan sel-sel darah merah). Karena kehidupan eritrosit hanya berlangsung sekitar 120 hari, maka 1/120 sel eritrositharus diganti setiap hari, yang memerlukan sekitar 20 mg zat besi (Fe) per hari. Karena tidak mungkin menyerap Fe dari makanan sebanyak itu per hari, maka konversi Fe dalam tubuh sangat penting dilakukan.
c. Fungsi Lain
Sebagian kecil Fe terdapat dalam enzim jaringan. Bila terjadi defisiensi zat besi, enzim ini berkurang jumlahnya sebelum Hb menurun. Zat besi diperlukan sebagai katalis dalam konversi betakaroten menjadi vitamin A, dalam reaksi sintesis purin (sebagai bagian integral asam nukleat dalam RNA atau DNA), dan dalam reaksi sintesis kolagen. Selain itu, zat besi diperlukan dalam proses penghilangan (detoksifikasi) zat racun dalam hati. Orang yang mengalami defisiensi zat besi lebih sulit memerangi infeksi bakteri, karena produksi antibodi terhambat.

Sintesis eritrosit memerlukan pasokan terus-menerus asam amino, lipid tertentu, besi, vitamin khusus, dan nutrient renik (trace nutrient). Kecepatan produksi eritrosit diatur terutama oleh elativ erotropoietin (EPO). EPO adalah glikoprotein 30-39 KD yang mengikat reseptor spesifik pada permukaan prekursor eritrosit dan memacu diferensiasi eritrosit dan maturasi klona menjadi eritrosit dewasa. Pada janin manusia EPO diproduksi terutama oleh sel berasal dari monosit atau makrofag yang bermukim di hati. Pasca lahir EPO diproduksi hampir semuanya oleh sel peritubuler ginjal. Sumsum tulang dalam keadaan normal menghasilkan sel darah merah, sedangkan pada kondisi yang dikenal sebagai eritropoiesis, sumsum tulang akan memproduksi sel darah merah dengan kecepatan luar biasa, yaitu 2 sampai 3 juta per detik untuk mengimbangi musnahnya sel-sel tua (Bakta, 2007).
Secara garis besar perkembangan hematopoiesis dibagi dalam 3 periode (Recht, 1999) :
1.      Hematopoiesis yolk sac (mesoblastik atau primitif)
2.      Hematopoiesis hati (definitif)
3.      Hematopoiesis medular
Hematopoiesis Yolk Sac (Mesoblastik atau Primitif)
Sel darah dibuat dari jaringan mesenkim 2-3 minggu setelah fertilisasi. Mula-mula terbentuk dalam blood island yang merupakan pelopor dari elati vaskuler dan hematopoiesis. Selanjutnya sel eritrosit dan megakariosit dapat diidentifikasi dalam yolk sac pada masa gestasi 16 hari. Sel induk elative hematopoiesis berasal dari mesoderm, mempunyai respon terhadap faktor pertumbuhan antara lain eritropoetin, IL-3, IL-6 dan faktor sel stem. Sel induk hematopoiesis (blood borne pluripotent hematopoetic progenitors) mulai berkelompok dalam hati janin pada masa gestasi 5-6 minggu dan pada masa gestasi 8 minggu blood island mengalami regresi.

Hematopoiesis Hati (Definitif)
Hematopoiesis hati berasal dari sel stem pluripoten yang berpindah dari yolk sac. Perubahan tempat hematopoiesis dari yolk sac ke hati dan kemudian sumsum tulang mempunyai hubungan dengan regulasi perkembangan oleh lingkungan mikro, produksi sitokin dan komponen merangsang adhesi dari matrik ekstraseluler dan ekspresi pada reseptor. Pada masa gestasi 9 minggu, hematopoiesis sudah terbentuk dalam hati. Hematopoiesis dalam hati yang terutama adalah eritropoiesis, walaupun masih ditemukan sirkulasi granulosit dan trombosit. Hematopoiesis hati mencapai puncaknya pada masa gestasi 4-5 bulan kemudian mengalami regresi perlahan-lahan. Pada masa pertengahan kehamilan, tampak pelopor elative tic terdapat di limpa, elati, kelenjar limfe, dan ginjal.

Hematopoiesis Medular
Merupakan periode terakhir pembentukan elati hematopoiesis dan dimulai sejak masa gestasi 4 bulan. Ruang medular terbentuk dalam tulang rawan dan tulang panjang dengan proses reabsorpsi. Pada masa gestasi 32 minggu sampai lahir, semua rongga sumsum tulang diisi jaringan hematopoietic yang aktif dan sumsum tulang penuh berisi sel darah. Dalam perkembangan selanjutnya fungsi pembuatan sel darah diambil alih oleh sumsum tulang, sedangkan hepar tidak berfungsi membuat sel darah lagi. Sel mesenkim yang mempunyai kemampuan untuk membentuk sel darah menjadi kurang, tetapi tetap ada dalam sumsum tulang, hati, limpa, kelenjar getah bening dan dinding usus, dikenal sebagai system retikuloendotelial.
Dalam pembentukan hemoglobin diperlukan zat besi. Zat besi merupakan salah satu komponen penyusun hemoglobin. Jika tubuh kekurangan zat besi (defisiensi zat besi), maka akan menghambat pembentukan hemoglobin yang berakibat pada terhambatnya pembentukan sel darah merah. Selanjutnya timbullah anemia akibat kekurangan zat besi yang disebut dengan anemia defisiensi zat besi (Dunn, 2003).
Gejala-gejala orang yang mengalami anemia defisiensi zat besi: kelelahan, lemah, pucat dan kurang bergairah, sakit kepala dan mudah marah, tidak mampu berkonsentrasi dan rentan terhadap infeksi, pada anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh, pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan (Weiss, 2005).
Secara umum, anemia adalah salah satu akibat dari: kekurangan darah dalam jumlah banyak kerusakan sel-sel darah merah, kekurangan bahan dasar untuk membuat sel darah merah seperti hemoglobin yang disebabkan oleh defisiensi zat besi, kegagalan sumsum tulang untuk membuat sel darah merah dalam jumlah yang cukup besar. Faktor-faktor penyebab terjadinya anemia defisiensi zat besi adalah: kurangnya zat besi dalam makanan yang dikonsumsi (Hillman, 1995).
Malabsorbsi zat besi ( penyerapan zat besi yang tidak optimal) akibat diare kronis, pembedahan tertentu pada saluran pencernaan seperti lambung. Zat besi diabsorpsi dari saluran pencernaan. Sebagian besar, zat besi diabsorpsi dari usus halus bagian atas terutama duodenum. Bila terjadi gangguan saluran pencernaan, maka absorpsi zat besi dari saluran pencernaan menjadi tidak optimal. Hal itu menyebabkan kurangnya kadar zat besi dalam tubuh sehingga pembentukan sel darah merah terhambat (Adlisham, 2008).
Selain mengandung zat yang sangat bermanfaat, bayam juga mengandung zat yang bersifat negative. Salah satunya adalah asam oksalat yang di satu sisi  bermanfaat dan di sisi lain merugikan.  Kandungan asam oksalat ini menyebabkan menurunnya penyerapan zat zat yang bermanfaat pada bayam saat kita konsumsi, antara lain zat besi dan kalsium. Adanya asam oksalat menyebabkan zat besi hanya bisa diserap sekitar 53%, sedangkan kalsium hanya bisa diserap sekitar 5 %. Oleh karena itu, mengkonsumsi bayam tidak boleh lebih dari 5 jam dan juga tidak boleh dihangatkan agar kandungan asam oksalat tidak semakin banyak yang keluar dan larut. Semakin banyak asam oksalat yang keluar akan semakin sedikit kadar zat yang bermanfaat pada bayam yang dapat diserap. Selain itu, kandungan zat besi (Fe) yang sangat tinggi pada bayam tidak boleh terlalu lama berinteraksi dengan udara. Karena ketika zat besi (Fe2+) yang bermanfaat tersebut berinteraksi dengan udara, akan berubah menjadi zat besi yang bersifat racun bagi tubuh (Fe3+) (Rusiman, 2008).
Kandungan pada bayam lainnya yang perlu diperhatikan adalah Nitrat (NO3). Seperti halnya dengan zat besi tadi, zat nitrat ini akan ber-reduksi dengan udara (O2) yang akan menjadikan nitrat menjadi nitrit (NO2). Nitrit ini bersifat racun dalam tubuh. Kandungan Nitrat yang cukup tinggi inilah yang biasanya menjadi sumber kekhawatiran untuk mengkonsumsi bayam. Karena nitrat akan beroksidasi menjadi nitrit dalam tubuh. Nitrit ini akan menghambat haemoglobin dalam mengalirkan oksigen dalam darah. Gangguan aliran oksigen dalam darah akan menyebabkan tubuh kekurangan oksigen yang disebut Hipoksemia. Apabila kekurangan oksigen ini terjadi pada bayi, maka disebut blue baby syndrom, karena gejalanya adalah kulit bayi terutama di sekitar mata dan mulut menjadi berwarna biru (Somad, 2009).
Karena nitrit dapat terbentuk dari nitrat sedangkan zat aktifnya adalah NO, maka umumnya nitrit lebih beracun dibandingkan dengan nitrat. LD (lethal dose=dosis mematikan) nitrit yang diuji pada tikus percobaan adalah 250 mg per kilogram berat badan, sedangkan pada anjing adalah 330 mg per kilogram berat badan. Untuk keamanan, konsumsi nitrit pada manusia dibatasi sampai 0,4 mg/kg berat badan per hari. Oleh karena itu, pengkonsumsian bayam tidak boleh melebihi dari dosis tersebut, karena pada bayam juga terkandung nitrat (Martini, 1998).

No comments