Breaking News

Metode Penelitian GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS AYAM BROILER

Isolasi dan Identifikasi Eimeria
   Feses diperiksa dengan metode apung sederhana untuk proses identifikasi dilakukan dengan melihat morfologi dari ookista. Feses yang mengandung ookista kemudian diproses untuk isolasi ookista dengan metode modifikasi antara apung dan sentrifus (Kagayama, 1986). Kemudian hasilnya disporulasikan dalam larutan kalium bikromat 2,5 % pada suhu kamar.
   Pemurnian Eimeria necatrix
   Identifikasi jenis Eimeria dilakukan dengan melihat morfologi dan ukuran ookista serta masa prepaten dari Eimeria necatrix. Proses pemurnian dilakukan dengan menginfeksi ayam dengan satu jenis Eimeria yang diduga tidak mengandung Eimeria necatrix, kemudian ayam diobati. Setelah ayam tersebut sembuh dilakukan infeksi kembali dengan campuran dua jenis Eimeria yang diduga terdapat E. necatrix, ookista yang keluar dari hasil re-infeksi yaitu Eimeria necatrix.
   Perbanyakan Eimeria necatrix
   Ookista hasil pemurnian kemudian diinfeksikan pada ayam bebas koksidia. Pada hari ke enam setelah infeksi, ayam dipotong kemudian usus halus dan feses diambil untuk isolasi ookista dengan metode modifikasi antara apung dan sentrifus (Kagayama, 1986).
   Pemeriksaan Preparat Histopatologi
   Pada pembuatan preparat, bagian usus yang diambil sepanjang 3 cm sebelum dan sesudah diverticulum meckel. Pengamatan preparat, diamati dalam lima lapangan pandang dan didalam satu lapangan pandang diberikan skor menurut menurut (Idris et al., 1997) yang telah dimodifikasi sebagai berikut :
      Skor 1 :   Apabila dalam satu lapangan pandang terdapat perdarahan.
      Skor 2 :   Apabila dalam satu lapangan pandang terdapat degenerasi atau
                     Keradangan.
      Skor 3 :   Apabila dalam satu lapangan pandang terdapat nekrosis.
      Skor 4 :   Apabila dalam satu lapangan pandang terdapat fibrosis.

   Infeksi pada Ayam
   Infeksi ookista pada ayam menggunakan pipet secara per oral dengan dosis sebanyak 200.000 ookista serta pemberian ookista sesuai dengan kelompok perlakuan. Kelompok tersebut adalah P1 (kelompok yang diinfeksi ookista strain induk), P2 (kelompok yang diinfeksi ookista muda hasil P1), P3 (kelompok yang diinfeksi ookista muda hasil P2).
   Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan tiga perlakuan dan masing perlakuan dilakukan delapan ulangan sehingga banyaknya adalah 24 satuan percobaan.
   Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal Wallis. Bila hasil dari uji Kruskal Wallis bermakna dilanjutkan dengan uji Mann Whitney U-Wilcoxon Rank Sum W untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan (Steel and Torie, 1995).
Hasil dan Pembahasan
Tabel 1. Rataan dan Simpangan Baku Skor Histopatologi Jejunum pada Hari ke-6
              Pasca Infeksi
Perlakuan
  x ± SD
Pasase 1
      2,63a ± 0,518
Pasase 2
       1,88b ± 0,641
Pasase 3
       1,75c ± 0,717

   Berdasarkan hasil pengamatan mikroskopis pada usus, didapatkan skor kerusakan secara histopatologis yang meliputi sel radang, degenerasi, nekrosis perdarahan, dan kerusakan vili pada mukosa usus. Hasil analisis statistik menggunakan uji Kruskal Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) antara P1, P2 dan P3, skor kerusakan usus tertinggi terdapat pada P1 (diinfeksi dengan 200.000 ookista strain induk) masih memiliki patogenitas yang tinggi akibat belum mengalami serial pasase. Pada P2 (diinfeksi dengan 200.000 ookista muda hasil P1) dan P3 (diinfeksi dengan 200.000 ookista muda hasil P2) yang sudah mengalami serial pasase menunjukkan skor perlukaan yang lebih rendah dari P1, sehingga terdapat pengaruh dari proses atenuasi melalui pasase berseri berdasarkan penurunan dari gambaran kerusakan histopatologi usus. Pada pengamatan yang dilakukan pada P1 terlihat keradangan yang sangat banyak, kerusakan berupa erosi dan pembengkakan, sedikit terdapat perdarahan berupa akumulasi dari sel eritrosit, Sel epitel mengalami degenerasi dan adanya nekrosis pada bagian atas vili usus. Pada P2 dan P3 kerusakan yang terjadi lebih ringan bila dibanding dengan P1, keradangan yang terjadi lebih sedikit, kerusakan pada vili sama seperti P1 dimana hanya bagian atas saja yang mengalami perubahan, adanya degenerasi dan sedikit nekrosis. Dari ketiga perlakuan tersebut ditemukan stadium parasit yang dikelilingi oleh sel radang.
   Beberapa perubahan yang terjadi secara patologi anatomi terhadap usus halus ayam diinfeksi dengan ookista Eimeria necatrix menunjukkan degenerasi, keradangan, nekrosis, perdarahan serta vili yang mengalami erosi. Adanya keradangan menunjukkan indikasi infeksi (E. necatrix) yang masuk pada tubuh induk semang, selain sel radang juga ditemukan sel epitel yang mengalami pembengkakan (swelling) akibat proses pertahanan sel terhadap adanya infeksi. Kerusakan yang jelas terjadi pada vili, hal ini disebabkan proses perkembangan skizon, gamet dan ookista E. necatrix terdapat pada sel epitel vili usus halus terutama di bagian atas dari vili. Bentuk kerusakan vili yang ditimbulkan berupa pembengkakan dan erosi atau lepasnya vili. Rusaknya epitel mukosa yang terlihat secara patologi bukan merupakan kerusakan yang serius, hal ini disebabkan kerusakan yang terjadi hanya terdapat pada bagian atas dari vili dan tidak sampai pada daerah kripta atau lapisan muskularis. Kerusakan vili tersebut menimbulkan pengurangan luas permukaan pada mukosa usus halus untuk menyerap sari makanan (Van Kruiningen, 1998). Dengan demikian ayam yang diinfeksi dengan E. necatrix dapat mengganggu absorbsi nutrisi dan berpotensi untuk mempengaruhi pertambahan berat badan ayam.
Gambar 1. Perdarahan (tanda panah) pada lamina propia usus ayam
                                 (perbesaran 1000x).
Gambar 2. Keradangan (tanda panah) epitel vili usus ayam (perbesaran 1000x)

Gambar 3. Nekrosis (tanda panah) pada epitel vili usus ayam (perbesaran 1000x)
Kesimpulan
   Berdasarkan hasil analisis data serta rangkaian pembahasan yang telah diuraikan, maka dalam penelitian ini dikemukakan kesimpulan bahwa atenuasi patogenitas E. necatrix melalui serial pasase ookista muda memberikan penurunan gambaran tingkat kerusakan histopatologi pada usus ayam broiler.
Daftar Pustaka
Cahyaningsih, U. dan G. Ashadi. 1994. Atenuasi Ookista Eimeria Tenella Isolat Lokal  Dengan   Seleksi  Precoccious.   Fakultas   Kedokteran   Hewan   Institut

Idris, A., D. I. Bounous, M. A. Goodwin, J. Brown and E. A. Krushinski. (1997). Lack of correlation between microscopic lesion scores and gross lesion scores in commercially grown broilers examined for small intestinal Eimeria sp. Coccidiosis. Avian Diseases. 41: 388-391.

Kagayama.  1986.  Technique  Examination.   National   Institude  of  Animal  Health (NIPAH). Tsukuba. Japan.

Lastuti, N. D. R,   Mufasirin   dan   E.  Suprihati.  2005.   Pengaruh   Suhu   dan Lama
            Penyimpanan   Sporokista    Terhadap    Keganasan    Eimeria tenella.   Bagian
            Parasitologi  Fakultas  Kedokteran Hewan  Universitas  Airlangga. Surabaya.

Meeusen, E. N., J. Walker, A. Peters, P. P. Pastoret and G.  Jungersen.  2007.  Current status of veterinary vaccine. Clin. Microbiol. Rev. 20 (3): 489 – 510.
           
Partodiharjo, S., R. Soetedjo, S. Asminah, K. Iskandar dan J. Danius. 1995. Pengaruh
Radiasi Sinar Gamma Co dengan Dosis  Optimal Pada Produksi Ookista dan
Daya Kebal   Yang   Ditimbulkan   oleh   Eimeria tenella.   Lembaga  Penelitian
Penyakit Hewan Bogor. Pusat Penelitian Tenaga Atom  Pasar Jum’at  Jakarta.

Shierly, M.  W.  1996.  Biological  Principle  of  Lives,  Attenuated  vaccines,  Magyar
Allatorvosak Lapja , 51 (1). 23-29.

Soulsby, E. J. L. 1986. Helminths, arthropods and protozoa of domesticated animals.
7th ed. Bailliere Tindall.

Steel, R. G. D. and J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. P.T.  Gramedia
Pustaka Utama Jakarta. Hal. 168-181.

Van Kruiningen, H. J. 1998. Gastrointestinal  System. In  Special  Veterinary  Pathology,
Carlton , W. W. And  M. D. McGavin (Eds). 2nd. Mosby. USA. pp 1 – 80.

No comments